a journalist can save more life than a doctor

Quote “a journalist can save more lives than a doctor” itu saya dapat di ICAAP 9 di Bali kemarin. Waktu itu seorang jurnalis dari IPCASO yang menetap di Kanada menceritakan pada kami tentang perjuangan sebagai jurnalis di negaranya. Sebentar, nama jurnalis itu adalah Callie Long. Seorang perempuan.

Dia cerita, saat ini di Kanada ada kasus dimana seorang imigran yang sudah 20 tahun hidup di Kanada dan menjadi warga negara di sana selama 10 tahun terakhir ini, belakangan ketahuan positif HIV. Dan karena HIV memang nggak keliatan, dia ‘diduga’ menularkan ke beberapa orang lain. Nah, malangnya si bapak yang lahir di Uganda dan dulunya warga negara Uganda ini, dilaporkan sama orang yang merasa ditulari.

Eh, masuk penjara dong si bapak ini. Kacau kan? Yang lebih kacau lagi, di negara yang konon kabarnya sudah sangat demokratis itu, koran-korannya tidak pernah memberitakan si bapak ini dengan sebutan, warga negara Kanada. Instead of writing, this Canadian man, para jurnalisnya selalu menulis dengan, “this Ugandan born man, this Ugandan man.” Gitu…

Pedih kan rasanya? Padahal, ini bapak kan nggak bisa sepenuhnya disalahkan. Dia sendiri bahkan nggak tahu tertular dari mana to? Dan pernyataan yang menyebutkan negara itu bapak atau kewarganegaraannya yang tiba-tiba di-idle-kan itu juga memancing kontroversi kan? Seolah-olah karena dia dianggap bersalah, maka dia jadi nggak diakui kewarganegaraannya. Seolah-olah dia membawa virus itu dari Uganda, dan lain sebagainya.

Selain itu, Callie juga cerita tentang negara kelahirannya. Dia lahir di Afrika, dan bicara tentang Afrika, dia bilang kalau setiap orang yang dikenalnya di Afrika, selalu memiliki pengalaman berinteraksi dengan HIV. Gini nih kurang lebih pernyataan-pernyataan yang pernah terungkap dari mereka:

  •  Adik saya meninggal karenaTBC dua tahun lalu. Dia positif HIV
  • Tetangga saya sudah hidup dengan HIV selama 10 tahun, tapi dia masih sehat
  • Saya rasa saya harus tes darah. Suami saya positif HIV soalnya, dan saya sedang hamil sekarang
  • Saya putus sekolah. Ayah saya nggak sanggup bayarin saya sekolah. Dia dipecat dari kantor karena ketahuan HIV positif. Sekarang dia sakit-sakitan, mungkin sudah AIDS
  • dsb

Di negara-negara dunia ketiga, stigma tentang HIV/AIDS masih parah banget melekat. Orang dikeluarkan dari pekerjaan karena HIV, dikucilkan oleh sodara dan teman, dikeluarkan dari sekolah, tidak mendapat layanan kesehatan yang proper, dan sebagainya. Tanpa mengecilkan arti dokter, tapi stigma yang terlanjur menancap di masyarakat itu bisa dihilangkan salah satunya dengan edukasi yang terus menerus oleh pemerintah diantaranya melalui media.

Setuju dong, kalau belakangan ini media berperan sangat signifikan dalam penyebaran informasi, baik membesar-besarkannya atau juga mengempeskannya. Siapa yang kenal Prita Mulyasari dulunya? Siapa yang menjadikan kasus kawin-cerainya seseorang menjadi urusan publik, siapa yang membuat kasus korupsi ini terekspose, sementara yang lainnya tidak, termasuk siapa yang bisa membuat orang melek informasi tentang HIV, selain media massa.

Dari sinilah judul di atas terbentuk. Tanpa sadar, belakangan ini banyak sekali jurnalis-jurnalis baru. Yang walaupun tidak menulis di surat kabar konvensional, tapi tulisannya disimak banyak orang di blog, di facebook note, di twitter, di SMS, dan dimanapun. Nah, hati-hati dengan tulisan-tulisan kita itu, karena tidak semua orang yang membaca bisa memaknai dengan positif dan mengambil lessons learn-nya. Tulisan yang menyesatkan, akan membawa lebih banyak orang ke arah yang salah. Sebaliknya, tulisan yang mencerahkan, akan membuat orang lain selangkah lebih pandai karena ilmu yang dibagi di dalamnya.

So, the snow ball is in our hand. Mau menggulirkan informasi dan pengaruh baik, atau mau jadi virus yang membawa semakin banyak orang ke kegelapan pengetahuan?

← sex worker is a work
Hottest Female Blogger Award →

Author:

Dian adalah penulis Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam dan 8 novel serta kumpulan cerita lainnya. Peraih grant Residensi Penulis Indonesia 2019 dan She Creates Change Green Camp 2020 ini lahir tahun 1976, belajar komunikasi di Universitas Diponegoro dan STIK Semarang, lalu lanjut belajar perlindungan anak di Kriminologi UI. Dia adalah anak ke-2 dari 4 bersaudara, ibu dari Vanya Annisa Shizuka dan beberapa anak lain. Saat ini Dian menghabiskan banyak waktunya menjadi penulis lepas dan konsultan untuk isu perlindungan anak dan kekerasan berbasis gender.

  1. aaahh..mbk dian emang berotak encer..

    menanggapi masalah HIV di negara kita ajah masih susah yah mbak? mksdnya..orang2 (mgkn termsuk aku) psti mengucilkan orang yg terkena HIV..tp stelah aku tau dr teman n media (tv) bahwa HIV/AIDS tdk akan menularkan kepada seseorang dgn cara berdekatan ato skedar bersenggolan ajah..tp mbk aku sedang berusaha jg untuk tidak mengucilkan mereka yg terkena HIV/AIDS..tx to media yg bnyk bgt memberi pengetahuan soal kurang lebihnya bisa tertular ato tidak.

    ^hana^

  2. senada sama Dyermaker.. iia opo kamsut’e?!??! 😀

    ooo.. jd kata2 ‘pedih’ itu berasal dari sini iia?!??! hhmm… setuju mba’ sama jargon the snow ball is in our hand… tp buat para jurnalis beneran juga kan.. karena tanggung jawap mereka lebih besar… hhmm..

  3. selamat pagi sob.. , sudilah kiranya menerima award ini sebagai bentuk persahabatan dari orang yg baru belajar ngeblog

  4. – Blog HIV/AIDS sedang otw
    – Tintin itu jurnalis paporitku. Iya to? Dia wartawan to?? jangan bilang aku salah maning yo!!

    @M3lq: terima kasih award persahabatannya mel. salam…

  5. – Blog HIV/AIDS sedang otw
    – Tintin itu jurnalis paporitku. Iya to? Dia wartawan to?? jangan bilang aku salah maning yo!!

    @M3lq: terima kasih award persahabatannya mel. salam…;…

  6. wah…berbobot sekali ini blog (ato web???)
    berkecimpung di bidang HIV/AIDS ya mbak? di semarang kah?
    salam balik

  7. Tulisannya mantap…. sampai – sampai mati kutu deh saya mo komen apa lagi….

    *Jurnalis favorit saya sih tetep… LOIS LANE of Daily Plater… he he he*

  8. @Bandit: selamat datang..
    @Tea: sekarang aku udah pindah ke Jogja say
    @Rizal: untung nggak keliru daily plenet (kayak pisang, hehe)

  9. salam sobat
    ikut prihatin dengan dikeluarkannya dari pekerjaan di Kanada karena penyakit HIV tersebut.
    siip banget postingannya nich.

    salam kenal dari NURA
    trims sdh kunjung dan komentar di blog NURANURANIKU.

  10. setujuuuhh..
    efek dari sebuah tulisan bisa mempengaruhi seseorang. bahkan jaman pergerakan nasional dulu, pemuda2 kita berperang lewat pena dan pemikiran. so lets suggest public dgn yg baik2… pasti negeri ini bs jadi lebih baik lg 🙂
    teruskan!

  11. sob.., sebelumnya saya mohon maaf ya.., award yg saya posting kemaren gak jelas.., makanya sementara saya simpan dulu.., o ya saya dapat award lagi dan saya bagikan juga termasuk kepadamu.., mudah2an yg kali ini tidak mengecewakan.., btw..comment saya di artikel mengenai Hiv/Aids ini, saya sangat perihatin sama negara kita juga.., pergaulan sekarang yg dengan mudah dan bebas untuk bisa berhubugan tanpa status dan dengan gampang bisa melakukan sex bebas..

  12. memang peran media massa sangat besar di masyarakat.. dan akibatnya, kalau berita yang di tampilkan di media tersebut kurang bermutu atau cenderung membodohkan, bisa berakibat kurang baik bagi pembacanya.. apalagi bagi mereka yang tidak bisa memilah mana yang baik, dan mana yang buruk.
    tapi yang pasti, tulisan di blog ini benar-benar bermanfaat. 🙂

  13. Iya Yanti… siapa aja?
    Superman, Superboy, hihihi… nggak ada bedanya yak?
    Eh, Tintin. Aduh! dia kan bukan Superhero ya?

  14. Perasaan cuma clark kent sama peter parker doang 😀
    yang konglomerat batman, iron man.
    paling banyak peneliti sama polisi.

    loh kok jadi ngomongin superhero hehehe

  15. mantap tulisannya. waduh kasihan yah, bapak itu diperlakukan seperti itu. Bukannya dirangkul.
    mbak dian, ada award buat mbak di blogku. Jika berkenan, silahkan diambil yah ^_^

  16. Karena nggak di bolehin maen ke Jogja nya oleh mbak Dian.. maen di sini aja deh… aha ha ha…

    Media… memang memiliki peran sangat vital dalam ‘membentuk opini’ publik. Media bisa menggiring publik untuk membenci atau menyukai sesuatu dengan begitu mudahnya…

    Ada pribahasa yang bilang, Orang yang berkuasa adalah orang yang dekat dengan media…*ngarang euy!! emang ada pribahasa kaya gitu???*

    COntoh paling nyata adalah peristiwa 11 September 2001, serangan terhadap WTC dan Cilegon…. eh… sorry, Pentagon maksud saya… Semuanya full of conspirasy… full of rekayasa…

    Tapi Opini publik dunia sudah terlanjur terbentuk… bahwa pelakunya adalah kelompok Islam garis keras, dan akhirnya peristiwa ini membuat Amerika secara arogan membumi hanguskan Afganistan.

    Ya… begini lah media… benar kata mbak Dian…Media dapat menyelamatkan lebih banyak orang dibandingkan dokter, tapi juga bisa membunuh lebih banyak orang dibandingkan Tsunami…

    🙂

  17. Vi, awardnya udah diambil ya
    Rizal, aku setuju banget sama kamu. Makanya, daripada menimbulkan korban semacam tsunami, lebih baik menyelamatkan nyawa kan?
    Prafangga, iya… kita ini penting banget lho 😉

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

What to Read Next

Perpus Provinsi Kalimantan Selatan yang Inspiratif

Beberapa hari lalu saya mendapatkan kesempatan untuk mengisi acara diskusi literasi di Perpustakaan Provinsi Kalimantan Selatan. Sungguh sebuah kesempatan yang sangat berharga buat saya. Awal menerima undangan ini saya pikir kena prank. Masa’ iya sih ada Perpustakaan Provinsi bikin acara seperti ini, pikir saya. Tapi rupanya ibu Kepala Dinas ini...

Read More →

Berkah Dalem

Selamat merayakan Natal teman-teman, Berkah Dalem. Biasanya kalimat itu yang saya kirimkan ke sahabat dan teman-teman saya melalui WhatsApp untuk memberikan ucapan selamat Natal. Pagi tadi saya menyegarkan kembali ingatan tentang frasa Berkah Dalem, yang menurut beberapa referensi artinya Tuhan memberkati, yang menurut sejarah diambil dari kata Deo Gratia, berkah...

Read More →

44 Years of Practice

Lima tahun lalu saya dapat quote keren banget tentang usia 40, seperti ini: Gambar dari darlingquote.com Lalu tahun-tahun itu berlalu dan saya lupa apa yang jadi resolusi saya di ualng tahun saya ke-40 itu. Saya hanya ingat mengirimkan surat pada 40 orang yang pernah dan masih menggoreskan makna pada hidup...

Read More →

The Class of 94 and Beyond

Ilusi bahwa saya adalah Supergirl, Harley Quin, Black Widow, Queen of Wakanda patah sudah. Tanggal 25 Juni menerima hasil antigen positif. Tidak disarankan PCR sama dokter karena dia melihat riwayat orang rumah yang pada positif, “Save your money, stay at home, have fun, order as many foods as you like,...

Read More →

Domba New Zealand dan Pahlawan Perubahan Iklim

Pada suatu hari di bulan November 2016 bersama teman-teman dari tim Alzheimer Indonesia kami mendapat kesempatan untuk mengikuti konferensi di Wellington, New Zealand. Kok baru ditulis sekarang? Huft.. Seandainya kemalasan ada obatnya, saya antri beli dari sekarang. Ada banyak hal yang membuat orang mudah sekali jatuh hati pada Wellington, udaranya...

Read More →

Perjalanan ‘Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam’ Menemukan Jodohnya

Jodoh, rezeki dan maut ada di tangan Tuhan, katanya. Tapi kalau kita berharap Tuhan turun tangan untuk dua item pertama, nyesel sendiri lho ntar. Antriannya panjang, Sis. Ada tujuh milyar orang di muka bumi ini. Cover Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam Maka saya menjemput paksa jodoh tulisan saya pada...

Read More →

Defrag Pikiran dan Keinginan

Ada banyak peristiwa yang terjadi selama tahun 2020 ini, meskipun ada banyak juga yang kita harapkan seharusnya terjadi, tetapi belum kejadian. 2020 adalah tahun yang ajaib. Lulusan tahun ini sempat dibully sebagai lulusan pandemi. Yang keterima sekolah/kuliah di tempat yang diinginkan tidak segirang tahun sebelumnya, yang wisuda tahun ini apa...

Read More →

Didi Kempot, Sugeng Tindak Ma Lord

Hari ini status itu yang saya pasang di media sosial saya dengan foto Didi Kempot hitam putih dengan tulisan the Godfather of Broken Heart. Patahnya hati saya mungkin nggak sepatah teman-teman sadboys dan sadgirls lainnya. Saya tidak mengenal secara personal mas Didi, hanya pernah papasan di sebuah mal di Solo...

Read More →