Road to Europe

Pada suatu hari saya selalu bercita-cita untuk berkesempatan pergi ke Eropa. Any country, dulunya sih begitu cita-citanya. Negara apa aja yang penting Eropa. Tapi kemudian jadi spesifik setelah keseringan membaca Femina dan majalah-majalah jalan-jalan. Saya jadi sangat ingin pergi ke Belanda, Jerman dan Swiss.

Tapi untuk mewujudkan impian jalan-jalan ke negara-negara Eropa, tidak semudah memimpikannya. Saya juga bukan orang yang beruntung dalam hal mengikuti undian berhadiah. Jadi saya memang harus menyusun strategi untuk bepergian ke sana dengan modal yang saya miliki. Jangan tanya modalnya apa ya? Pokoknya modalnya bukan duit aja 🙂

Lalu terbentanglah jalan itu sedikit demi sedikit. Saya mengawalinya lebih dari lima tahun lalu dengan meletakkan gambar-gambar kampus di Eropa di buku impian saya, kemudian memasang peta-peta dunia di kamar saya, lalu membeli buku-buku perjalanan ke sana, as if saya udah mau berangkat. Ditertawakan orang udah nggak heran lagi, udah kebal. Pokoknya waktu itu saya percaya banget kalau saya akan mendapatkan beasiswa ke Eropa aja.

Tahun lalu, saya diinformasikan oleh pak Slamet tentang adanya konferensi HIV se-Asia Pasifik di Bali bulan Agustus tahun lalu. Saya disuruh membuat abstrak kegiatan yang ada hubungannya dengan kampanye HIV dan mengajukan scholarship, karena kalau nggak dapat scholarship, maka saya harus merogoh banyak sekali uang dari kantong saya untuk mengikuti konferensi itu. Maka berangkatlah saya dengan modal abstraksi dan akhirnya mendapatkan scholarship selama seminggu di sana.

Di Bali saya bertemu banyak sekali jurnalis terutama dari Asia dan kami berbagi informasi di sana. Sampai akhirnya kami berjanji untuk bertemu lagi di konferensi HIV Internasional di Vienna tahun ini. Saya langsung ke pulau Serangan – Bali dan menuliskan Vienna di pantai pulau itu. Fotonya ada lho, tapi nggak bisa saya pajang ya, soalnya itu di pantai, jadi… nggak seru ah! 🙂 Tapi the point is, saya diam-diam sedang mengundang semesta untuk mendukung keinginan saya. Lalu sampai di rumah saya mengganti semua password email dan laptop saya menjadi tanggal konferensi di Vienna itu.

Berikutnya, saya setiap saat membuka web konferensi Internasional AIDS ke-18 itu. Saya mencari tahu apa saja yang saya butuhkan untuk bisa mendapatkan scholarship di sana. Akhirnya saya tahu bahwa masuk dari jalur media sangat bisa diupayakan. Maka saya melakukan segala sesuatu seperti mengundang tamu talk show yang membahas HIV, membuat event yang berhubungan dengan issue tersebut dan lain sebagainya. Awal April saya mendapat email kalau aplikasi saya diterima dan saya mendapatkan scholarship penuh selama 2 minggu di Vienna. Wow… Semua dibayarin, dari mulai tiket, akomodasi di hotel, konferensi, training di sana dan per diem pastinya.

Tunggu, itu belum seberapa. Bonus dari semesta adalah, saya bukan hanya mendapatkan free pas konferensi, bebas meliput sampai ke ruang apapun, tapi juga saya dapat training jurnalistik selama seminggu sebelum acara itu berlangsung. Yippie!! Dan, saya boleh meminta tiket pulangnya dimundurkan beberapa hari, jadi saya masih punya sisa waktu untuk jalan-jalan ke Bratislava dan Praha.

Lalu, kalau saya begitu exciting dengan rencana perjalanan ini, kenapa saya baru memposting berita berharga ini sekarang? Hehehe… karena saya baru mendapatkan visanya minggu lalu, dan baru akan diambil akhir minggu ini. Jadi, belum bisa bernafas lega dong, sebelum si empunya negara memberi saya ijin masuk ke negara mereka.

Nah, sekarang saya sedang bersiap-siap untuk keberangkatan saya tanggal 11 Juli nanti, dan merayakan ulang tahun ke-34 saya di sana. Sampai ketemu dengan cerita-cerita dari Vienna ya 🙂

Gambar dari sini dan sini

← sex, lies and videotape
Kontes: Oleh-oleh dari Vienna →

Author:

Dian adalah penulis Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam dan 8 novel serta kumpulan cerita lainnya. Peraih grant Residensi Penulis Indonesia 2019 dan She Creates Change Green Camp 2020 ini lahir tahun 1976, belajar komunikasi di Universitas Diponegoro dan STIK Semarang, lalu lanjut belajar perlindungan anak di Kriminologi UI. Dia adalah anak ke-2 dari 4 bersaudara, ibu dari Vanya Annisa Shizuka dan beberapa anak lain. Saat ini Dian menghabiskan banyak waktunya menjadi penulis lepas dan konsultan untuk isu perlindungan anak dan kekerasan berbasis gender.

  1. Tomi: Saya rencana ke Praha tanggal 23 – 25. Tapi mau ke Bratislava dulu. Njenengan ada di Praha di hari yang mana??
    *excited*

  2. Bacanya merinding!
    aiiih jika kita punya mimpi,
    pasang terus di kepala

    CONGRATS mbak Dian 🙂
    hati2 ya disana
    jgn lupa di share potonya!

    Hugz

  3. rencananya tgl 13-15 itupun kalau proposal saya lolos utk ikut seminar di praha 😀
    ttp gak ketemu brarti semisal saya lolos 🙁

  4. @Edratna: amien.. semangat semangat semangat!!

    @Dewi: gambar apa saja, saya dulu gambar pelangi yg dipotret di Melbourne. Dapatnya ke Austria, ya alhamdulilah 🙂

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

What to Read Next

Perpus Provinsi Kalimantan Selatan yang Inspiratif

Beberapa hari lalu saya mendapatkan kesempatan untuk mengisi acara diskusi literasi di Perpustakaan Provinsi Kalimantan Selatan. Sungguh sebuah kesempatan yang sangat berharga buat saya. Awal menerima undangan ini saya pikir kena prank. Masa’ iya sih ada Perpustakaan Provinsi bikin acara seperti ini, pikir saya. Tapi rupanya ibu Kepala Dinas ini...

Read More →

Berkah Dalem

Selamat merayakan Natal teman-teman, Berkah Dalem. Biasanya kalimat itu yang saya kirimkan ke sahabat dan teman-teman saya melalui WhatsApp untuk memberikan ucapan selamat Natal. Pagi tadi saya menyegarkan kembali ingatan tentang frasa Berkah Dalem, yang menurut beberapa referensi artinya Tuhan memberkati, yang menurut sejarah diambil dari kata Deo Gratia, berkah...

Read More →

44 Years of Practice

Lima tahun lalu saya dapat quote keren banget tentang usia 40, seperti ini: Gambar dari darlingquote.com Lalu tahun-tahun itu berlalu dan saya lupa apa yang jadi resolusi saya di ualng tahun saya ke-40 itu. Saya hanya ingat mengirimkan surat pada 40 orang yang pernah dan masih menggoreskan makna pada hidup...

Read More →

The Class of 94 and Beyond

Ilusi bahwa saya adalah Supergirl, Harley Quin, Black Widow, Queen of Wakanda patah sudah. Tanggal 25 Juni menerima hasil antigen positif. Tidak disarankan PCR sama dokter karena dia melihat riwayat orang rumah yang pada positif, “Save your money, stay at home, have fun, order as many foods as you like,...

Read More →

Domba New Zealand dan Pahlawan Perubahan Iklim

Pada suatu hari di bulan November 2016 bersama teman-teman dari tim Alzheimer Indonesia kami mendapat kesempatan untuk mengikuti konferensi di Wellington, New Zealand. Kok baru ditulis sekarang? Huft.. Seandainya kemalasan ada obatnya, saya antri beli dari sekarang. Ada banyak hal yang membuat orang mudah sekali jatuh hati pada Wellington, udaranya...

Read More →

Perjalanan ‘Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam’ Menemukan Jodohnya

Jodoh, rezeki dan maut ada di tangan Tuhan, katanya. Tapi kalau kita berharap Tuhan turun tangan untuk dua item pertama, nyesel sendiri lho ntar. Antriannya panjang, Sis. Ada tujuh milyar orang di muka bumi ini. Cover Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam Maka saya menjemput paksa jodoh tulisan saya pada...

Read More →

Defrag Pikiran dan Keinginan

Ada banyak peristiwa yang terjadi selama tahun 2020 ini, meskipun ada banyak juga yang kita harapkan seharusnya terjadi, tetapi belum kejadian. 2020 adalah tahun yang ajaib. Lulusan tahun ini sempat dibully sebagai lulusan pandemi. Yang keterima sekolah/kuliah di tempat yang diinginkan tidak segirang tahun sebelumnya, yang wisuda tahun ini apa...

Read More →

Didi Kempot, Sugeng Tindak Ma Lord

Hari ini status itu yang saya pasang di media sosial saya dengan foto Didi Kempot hitam putih dengan tulisan the Godfather of Broken Heart. Patahnya hati saya mungkin nggak sepatah teman-teman sadboys dan sadgirls lainnya. Saya tidak mengenal secara personal mas Didi, hanya pernah papasan di sebuah mal di Solo...

Read More →