family vs prosperity

Di masa-masa orang pada sibuk mudik dan reunian dengan keluarga atau sahabat lama, tahun ini saya mendapatkan keluarga baru di kota yang juga baru buat saya. Kalau kata Jason Mraz, win some learn some. Nangis udah pasti, karena jauh dari orang tua dan anak, tapi jadi belajar sesuatu. Jadi ingat juga di salah satu perjalanan ke Vienna, ada satu hal yang menarik.

Di Vienna, tempat wisata pertama yang saya kunjungi di sela-sela training adalah Stephandom. Itu adalah sebuah komplek wisata yang terdiri dari gereja tua St. Stephan, museum Sisi, Opera House, tempat belanja suvenir (di sini istilahnya Tabak), maupun benda-benda bermerk yang juga bisa kita temui di Indonesia. Tapi bedanya di sana, hampir semua toko sudah tutup jam 6 sore. Halah? Padahal saya start jalan dari hotel aja jam 6.30 pm. Nggak bisa cuci mata di toko-toko dong.

Ini adalah contoh jalan yang lengang karena toko-toko di sisi kiri kanannya tutup.

Dan sayapun masang badan di depan tabak yang tutup ๐Ÿ™‚

Padahal para turis sedang ramainya seperti ini.

Kata Mehru, teman sekamar saya yang sudah 7 tahun tinggal di Vienna, kota ini memang beda dengan kebanyakan kota-kota metropolitan di Eropa apalagi Amerika. Orang-orangnya nggak ngoyo atau ngotot. Mereka bukan nggak pengen kaya atau hidup makmur lho. Mereka berusaha untuk memenuhi kebutuhan keluarga, tapi tetap juga memikirkan keluarga di rumah. Jadi untuk mereka, nggak masuk akal untuk bekerja sampai larut malam supaya bisa makmur, tapi keluarga yang di rumah ditinggal-tinggal. Wah, beda banget kan sama di Jakarta. Yang saya dengar di sini, orang ketemu sama keluarganya di rumah paling banyak 4 jam sehari, padahal ketemu sama bos dan sama teman kerja lain bisa sampai 8 jam lebih dalam sehari. Sisanya buat ketemu bantal sama ketemu macet. Fiuh…

Tapi siapa bilang orang Indonesia suka lupa sama keluarganya. Kalau di kita, budayanya adalah merapel, alias mengumpulkan dalam satu masa. Jadi itulah kenapa ada budaya mudik. Orang setahun bisa agak careless sama keluarganya, tapi pas Lebaran atau Natal, langsung pada jadi Sinterklas buat keluarga.

Tanpa maksud membanding-bandingkan, tapi perbedaan ini yang membuat dunia indah. Setuju ya?

← summer in prague
what i learn from cats →

Author:

Dian adalah penulis Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam dan 8 novel serta kumpulan cerita lainnya. Peraih grant Residensi Penulis Indonesia 2019 dan She Creates Change Green Camp 2020 ini lahir tahun 1976, belajar komunikasi di Universitas Diponegoro dan STIK Semarang, lalu lanjut belajar perlindungan anak di Kriminologi UI. Dia adalah anak ke-2 dari 4 bersaudara, ibu dari Vanya Annisa Shizuka dan beberapa anak lain. Saat ini Dian menghabiskan banyak waktunya menjadi penulis lepas dan konsultan untuk isu perlindungan anak dan kekerasan berbasis gender.

  1. kemaren cerita tentang Praha … sekarang Vienna …
    besok apalagi ya? …
    terkhusus Praha … Denuzz sangat ingin ke sana!!!!!
    Semoga nanti denuzz dikasih kesempatan oleh Sang Pencipta …

    salam BURUNG HANTU …

  2. jadi inget kutipan postingan bundadontwoory, ” Kalau Bisa Sekarang,Kenapa Harus Besok? ”

    Tukang burger: โ€œAnak muda, keluarga saya pernah mengatakan uang bukanlah hal terpenting, yang penting bagi mereka adalah saya memiliki waktu di rumah untuk berkumpul bersama. Jadi, jika tujuannya toh tetap sama, demi kebahagiaan keluarga, maka untuk apa saya menunggu. Jika saya bisa berkumpul dan cukup makan dengan mereka hari ini, maka mengapa harus menunggu hingga esok hari? Bagaimana bila hari esok tak pernah tiba?โ€

  3. mba Diaaaaan…
    jauh amat sih jalan jalan nya bisa sampai ke Vienna segalaaaa…sirik sebenernyaaaa…
    *aku mah paling banter cuman sampe Lembang doang…hihihi*

    Trus kenapa juga jauh jauh ke sono, fotonya pake baju Bali pula…hihihi…

  4. Bener banget Mbak Dian, momen mudik itu kayak hujan menghapus panas setahun^^
    Mbak ayo dunk foto-foto di sana banyak di-upload aku pengen banget suatu hari bisa ke sana^^

  5. @Orange: sempet juga nyasak, salah turun stasiun ๐Ÿ™‚

    @Ade: salam kenal juga ๐Ÿ˜‰

    @Denuz: harus ke sana kalo gitu, Praha konon kabarnya adalah kota terromantis di dunia, jadi kalo ke sana, ajak kekasih hati ya ๐Ÿ˜›

    @Dina: setuju juga sama bunda, dia emang bijak yak …

    @Deviana: maaf lahir batin juga

    @Akhmad: klasik banget memang, walaupun sebenernya Indonesia juga punya banyak bangunan klasik lho. Yang sayangnya nggak dipelihara ๐Ÿ™

    @Bibi Titi: sengaja pake baju bali, biar Indonesia banget ๐Ÿ˜› Maaf lahir batin juga

    @Alice: Baiklah Alice, suatu saat kamu pasti sampai ke sana… Semua awalnya dari mimpi kok ๐Ÿ™‚

  6. Mudik adalah sebuah romantisme tersendiri dari rakyat Indonesia…
    Dengan mudik, tali silaturahim akan selalu tersambung dengan erat, karena minimal sekali dalam setahun saling bertemu.. Memang kata orang teknologi seperti sudah mendekatkan jarak, tapi kalau gak ketemu rasanya gak afdol…

    Minal Aidzin Wal Faidzin mbak Dian..
    Mohon maaf lahir dan batin

  7. @Fonega: t – h – a – n – k – i – e – s

    @Julie: maaf luar dalem juga ๐Ÿ™‚

    @Surya: maafin juga ya, tapi thaun ini saya gak mudik nih ๐Ÿ™

    @Depz: ๐Ÿ˜‰

  8. keren banget bro… pengen ikutan jalan2 di Vienna….
    eksotik dan adem ya kayaknya…. dingin dan tentram kalo bisa tinggal di sana…

  9. bener sekali ,… kalau kita banyak berkecimpung d dunia kerja kita , banyak waktu yg tersita buat keluarga . ironisnya kita bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga , tp kita lebih sering bertatap muka dg temen sekerja atau bos . di vienna ini banyak memberi contoh positif bg kita d indonesia , dan tentunya masih banyak hal lain dr negara lain yg masih banyak perlu kita contoh , ya,… mmg bukan membanding bandingkan sih ๐Ÿ™‚

  10. Wah… keren banget pemikiran orang sana ya, Mbak… Ngapain ngotot kerja buat keluarga kalo mesti meninggalkan keluarga ๐Ÿ˜€
    Hehe… Orang Indonesia sih lebih keren lagi. Mudik menjadi penyeimbang ๐Ÿ˜€
    Selamat Idul Fitri ya, Mbak…
    Mohon maaf lahir dan batin ๐Ÿ™‚

  11. ck..ck..ck..ck.. asik bener jalan-jalannya.
    bener banget perbedaan yang membuat indah… [ngacung] setuju..!! ๐Ÿ˜€

  12. @Elmoudy: jadi salah satu cita-citaku juga sekarang, untuk tinggal di sana ๐Ÿ™‚

    @Huda: jadi nggak papa, ya, banding-bandingin? Demi kebaikan kan? *alasan*

    @Akin: maaf lahir batin juga

    @Kwang: saya akan mampir ๐Ÿ™‚ tunggu ya

    @Mawardi: makanya keluarga gak ditinggalkan, adalah ide yang keren

    @Teguh: terima kasih

    @JoO: terima kasih lagi ๐Ÿ™‚

  13. Wow, luar biasa sekali filosofi hidup orang Viennya ya… ๐Ÿ˜ฎ ๐Ÿ™‚ Salut! ^__^ Keluarga juga penting, dan kerja juga penting. Kalo memang harus mengurus dua2nya, ya harus dua2nya! ๐Ÿ˜€

  14. Mbak Dian kenalan yuk. Wah senangnya bisa jalan-jalan ke Vienna, dingin ya mbak disana..? Wiiih..Fotonya juga keren-keren. kapan ya aku bisa melancong ke mancanegara..????

  15. ternyata sama kayak disini
    di Kotabumi jam 6 pm (habis adzan magrib) sudah pada sepi jalanan-jalanannya.. mungkin disini sama kayak disana, family time ๐Ÿ™‚
    saya hobby jalan-jalan, dan bermimpi bisa ke Milan.. nonton bola live pastinya.. *amin*

    salam sehat dari Kotabumi

  16. @Asop: beda pemikiran ya, sama kebanyakan orang di negara kapitalis?

    @Cahyo: kamu bisa!! pokoknya berusaha terus kalo emang pengen ya

    @Betania: ok, nanti dikunjungi ya

    @Bang Bob: wah, kita tetanggan… saya di Lampung Tengah juga kalo mudik ๐Ÿ˜€

    @Jane: yupz

  17. Iya, saya di Gunung Madu…
    Wah, kapan mau mudik lagi?
    Saya akhir bulan ini mau mudik, ketemuan??
    *semangat orang sekampung

  18. Wah kerjaan lagi numpuk Mbak..Jadwal Full ampe des 2010 Fiuh…Makanya aku seneng Artikel mbak ni hidup kayaknya ngak ngoyo. Sukses deh mbak. Titip salam saja untuk keluarga Mbak Dian.

  19. hai mba.. aku dateng lagi ๐Ÿ˜€
    aku tertarik sama photo yang paling atas hehehe..
    boleh gag kalo nanti saya pake untuk objek tutorial saya….?
    thx sebelumnya… ๐Ÿ™‚

  20. @Husin: caranya mesti rajin2 apply beasiswa buat ikutan sebuah kegiatan di sana ๐Ÿ™‚

    @JoO: wuah… mengagumkan, aku sudah mengunjunginya dan langsung nonton video tutorialnya. kereeeennn… *jempol 5

  21. waah seneng yaa bisa jalan2 gitu.. jadi pengen hehe.. ada lagi sih bedanya kalo di sana bersih dan di sini banyak sampah hehe..

  22. sebenarnya kita agak senjang soal itu, di kota orang sibuk belajar, sibuk bekerja, tapi di desa, orang sibuk berkumpul dengan keluarga, agak gak sinkron sih sebenarnya, jadi budaya mereka patut kita contoh kali yah? hm…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

What to Read Next

Perpus Provinsi Kalimantan Selatan yang Inspiratif

Beberapa hari lalu saya mendapatkan kesempatan untuk mengisi acara diskusi literasi di Perpustakaan Provinsi Kalimantan Selatan. Sungguh sebuah kesempatan yang sangat berharga buat saya. Awal menerima undangan ini saya pikir kena prank. Masaโ€™ iya sih ada Perpustakaan Provinsi bikin acara seperti ini, pikir saya. Tapi rupanya ibu Kepala Dinas ini...

Read More →

Berkah Dalem

Selamat merayakan Natal teman-teman, Berkah Dalem. Biasanya kalimat itu yang saya kirimkan ke sahabat dan teman-teman saya melalui WhatsApp untuk memberikan ucapan selamat Natal. Pagi tadi saya menyegarkan kembali ingatan tentang frasa Berkah Dalem, yang menurut beberapa referensi artinya Tuhan memberkati, yang menurut sejarah diambil dari kata Deo Gratia, berkah...

Read More →

44 Years of Practice

Lima tahun lalu saya dapat quote keren banget tentang usia 40, seperti ini: Gambar dari darlingquote.com Lalu tahun-tahun itu berlalu dan saya lupa apa yang jadi resolusi saya di ualng tahun saya ke-40 itu. Saya hanya ingat mengirimkan surat pada 40 orang yang pernah dan masih menggoreskan makna pada hidup...

Read More →

The Class of 94 and Beyond

Ilusi bahwa saya adalah Supergirl, Harley Quin, Black Widow, Queen of Wakanda patah sudah. Tanggal 25 Juni menerima hasil antigen positif. Tidak disarankan PCR sama dokter karena dia melihat riwayat orang rumah yang pada positif, โ€œSave your money, stay at home, have fun, order as many foods as you like,...

Read More →

Domba New Zealand dan Pahlawan Perubahan Iklim

Pada suatu hari di bulan November 2016 bersama teman-teman dari tim Alzheimer Indonesia kami mendapat kesempatan untuk mengikuti konferensi di Wellington, New Zealand. Kok baru ditulis sekarang? Huft.. Seandainya kemalasan ada obatnya, saya antri beli dari sekarang. Ada banyak hal yang membuat orang mudah sekali jatuh hati pada Wellington, udaranya...

Read More →

Perjalanan ‘Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam’ Menemukan Jodohnya

Jodoh, rezeki dan maut ada di tangan Tuhan, katanya. Tapi kalau kita berharap Tuhan turun tangan untuk dua item pertama, nyesel sendiri lho ntar. Antriannya panjang, Sis. Ada tujuh milyar orang di muka bumi ini. Cover Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam Maka saya menjemput paksa jodoh tulisan saya pada...

Read More →

Defrag Pikiran dan Keinginan

Ada banyak peristiwa yang terjadi selama tahun 2020 ini, meskipun ada banyak juga yang kita harapkan seharusnya terjadi, tetapi belum kejadian. 2020 adalah tahun yang ajaib. Lulusan tahun ini sempat dibully sebagai lulusan pandemi. Yang keterima sekolah/kuliah di tempat yang diinginkan tidak segirang tahun sebelumnya, yang wisuda tahun ini apa...

Read More →

Didi Kempot, Sugeng Tindak Ma Lord

Hari ini status itu yang saya pasang di media sosial saya dengan foto Didi Kempot hitam putih dengan tulisan the Godfather of Broken Heart. Patahnya hati saya mungkin nggak sepatah teman-teman sadboys dan sadgirls lainnya. Saya tidak mengenal secara personal mas Didi, hanya pernah papasan di sebuah mal di Solo...

Read More →