Seorang teman menelpon saya malam hari dengan suara cemas, dia menceritakan tentang anaknya yang kedapatan membuka website porno di komputer yang sudah sedemikian rupa dipasang di ruang keluarga. Yang jadi masalah adalah, anak itu baru berusia sembilan tahun. Seusia dengan anak saya.

Sahabatnya teman yang lain belum lama juga curhat tentang peristiwa yang baru saja dialaminya. Dia dipanggil oleh kepala sekolah anak lelakinya, karena si anak lelaki dipergoki sedang melakukan masturbasi di kamar mandi sekolah. Taman kanak-kanak lebih tepatnya. Ketika ditanya sedang apa, jawabnya, β€œMeniru yang dilakukan sama om-om di filmnya mama.”

Kita mendengar seruan tentang keterbukaan sudah sejak awal dekade 90-an. Waktu itu saya sendiri masih berusia belasan, dimana tidak berbeda dengan anak-anak yang saya ceritakan tadi, penuh rasa penasaran, penuh dengan pertanyaan tentang seksualitas. Saya seperti halnya kebanyakan teman seangkatan, kurang beruntung karena mendapatkan pendidikan seksual pertamanya bukan dari orang tua. Pada angkatan saya juga, banyak sekali teman yang terpaksa harus menikah muda sebagai akibat dari keinginan untuk menjawab rasa penasaran dan banyaknya pertanyaan di kepala. Menurut hasil survey kecil saya, mereka yang tidak menikah muda, juga melakukan kegiatan seksual di luar nikah, tapi ada yang memakai kondom dan ada yang tidak. Beberapa cukup jujur mengakui pernah melakukan aborsi.
Pada generasi adik-adik saya, kran informasi seperti dibuka tanpa saringan. Mereka bisa mendapatkan informasi apapun dari benda bernama internet. Para agamawan terus berteriak bahwa yang bisa membuat kran terbuka itu tidak mengakibatkan banjir adalah iman. Di banyak institusi baik sekolah maupun institusi keluarga saya melihat para orang tua sudah mulai membuka diri. Guru memberikan kesempatan untuk anak didiknya memenuhi rasa penasaran mereka dengan pendidikan seksual. Ada sekolah yang mengundang para praktisi yang dekat dengan issue-issue kesehatan reproduksi untuk berbicara. HIV/AIDS kemudian juga mengemuka dan menjadi issue yang melekat dalam bahasan kesehatan reproduksi.
Ini adalah sebuah kemajuan yang dicapai oleh Indonesia menurut saya. Ketika sebuah Negara yang sering kali mengagung-agungkan adat ketimuran mulai berani berangkat menjadi institusi negara yang terbuka, berani memberikan informasi seksual secara terbuka kepada remaja, membekali mereka dengan senjata yang pilihannya dikembalikan pada generasi mudanya, menurut saya adalah sebuah langkah maju. Jadi yang di bagian ini, jangan ditutup lagi krannya.

PR besar
Sayangnya, pekerjaan rumah terbesar Negara ini masih banyak. Pendidikan seksual yang disertai dengan pemahaman akan hak reproduksi belum terterapkan di seluruh negara ini. Padahal pembengkakan penduduk semakin tinggi lajunya. Mereka yang tidak tersentuh informasi masih hidup dalam dunia mitos.

Yang paling dibutuhkan di negara sebesar ini adalah percepatan penyebaran informasi pada sasaran yang tepat. Seandainya cerita-cerita di atas tentang anak-anak kecil di awal tulisan diganti menjadi sebuah cerita bahwa seorang anak sudah bisa memberi tahu temannya kalau setiap habis buang air kecil mereka harus mencuci tangan, dan seterusnya, bukankah kita sesungguhnya sudah menemukan agen-agen perubahan di setiap rumah?

Jadi, selama ini informasi seperti apa yang sudah kita berikan pada anak-anak kita? Jangan-jangan kita salah memberikan informasi. Atau informasinya sudah benar tetapi ditujukan pada orang yang tidak tepat. Pekerjaan rumah ini jangan harap selesai dalam hitungan tahun. Mungkin sepanjang masa akan selalu ada masalah kesehatan reproduksi yang kita temui, selama manusia masih memiliki keinginan untuk berkembang biak. Siapkah kita?

Gambar dari sini

← right to know day
dimulai dari saya →

Author:

Dian adalah penulis Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam dan 8 novel serta kumpulan cerita lainnya. Peraih grant Residensi Penulis Indonesia 2019 dan She Creates Change Green Camp 2020 ini lahir tahun 1976, belajar komunikasi di Universitas Diponegoro dan STIK Semarang, lalu lanjut belajar perlindungan anak di Kriminologi UI. Dia adalah anak ke-2 dari 4 bersaudara, ibu dari Vanya Annisa Shizuka dan beberapa anak lain. Saat ini Dian menghabiskan banyak waktunya menjadi penulis lepas dan konsultan untuk isu perlindungan anak dan kekerasan berbasis gender.

  1. Saya juga jadi ingat, ketika duduk di kelas 2 SMP, saking ingin taunya tentang yang begituan, bela-belain nyepeda malem2 buat tidur di rumah temen yang nagadain nonton bareng film dewasa… uh… *malu*

    Alhamdulillah sekarang dah nikah, jadi ya nggak penasaran lagi… πŸ™‚

    Salam mbak…

  2. Rasanya memang ada sosialisasi pendidikan seksual, namun itu tidaklah cukup hingga sekarang, saya bukan penganalisis, tapi kita memang sedang dalam krisis untuk hal seperti ini.

  3. parah juga ya kalo udah begini …
    mungkin jalan keluarnya, anak kecil jangan dibuat penasaran yang akhirnya mereka mencari tahu sendiri … tapi diberikan penjelasan …
    mengenai teknik penjelasannya mungkin bisa ditanya denga orang yang lebih paham dan ahli …

    Semoga persahabatan kita tiada lekang oleh waktu dan tiada terbatas oleh ruang

  4. @Guilin: bener, karena yg diurusin masih perut aja.

    @Koloj: wah, selamat mengeksplorasnya di dalam pernikahan πŸ™‚

    @Cahya: nah, bagian dari tugas ki nih ya

    @Akin: amien

    @denuz: memang butuh treatment khusus berhadapan dengan anak-anak

  5. Selamat sore, Sahabat …
    Apa kabar? Semoga tetap berada dalam lindungan Yang Maha Kuasa … Amin

    Denuzz mau kasih kabar nih, Burung Hantu udah pindah sarang …
    Datang berkunjung ya, Sahabat …

    Semoga persahabatan kita tiada lekang oleh waktu dan tiada terbatas oleh ruang

  6. weww…
    saya belum punya anak.. jadinya belum mengalami hal yang demikian… tapi semoga sukses deh dengan mendidik anak2nya mbak..

  7. iya mbak..susah buat mengekang keingintahuan anak..tapi karena kebebasan informasi ini justru malah membuat kita seakan tak punya benteng untuk itu. Semuanya nampak transparan..jangan jauh-jauh aja..apakah orang tua juga telah mengajarkan yang benar? contoh yang paling dekat y ortunya..
    tulisannya bagus mbak πŸ™‚

  8. wah aku g bs banyak koment soal ini mbak ,… ini seperti PR untuk aku sendiri setelah berkeluarga nanti , btw itu gambar d widget hasil novelnya ya ,… wah udah banyak bgt tuh ,… setahuku baru ” dua sisi bintang “

  9. saya belum ada pengalaman soal mendidik anak, tapi menurut saya pendidikan seksual perlu diajarkan pada anak sebatas pemikiran yang mereka mampu. misalkan anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar tentu berbeda cara menjelaskannya dengan anak yang sudah SMA.

  10. wah mengkhawatirkan juga ya kalau begitu..
    kita juga harus hati2 dalam memberikan informasi..
    harus banyak belajar tentang reproduksi juga jadi bisa menjawab dengan tepat ketika ditanya anak2 πŸ™‚

  11. Adduuuhh, ini memang pekerjaan berat bagi orang tua jaman sekarang ya πŸ™
    Padahal ketika jamanku dulu bisa terlampaui dengan baik walo ortu tak membekali apa-apa.

    Sampai sekarang belum menemukan cara yang tepat untuk memberikan pendidikan seks anak.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

What to Read Next

Perpus Provinsi Kalimantan Selatan yang Inspiratif

Beberapa hari lalu saya mendapatkan kesempatan untuk mengisi acara diskusi literasi di Perpustakaan Provinsi Kalimantan Selatan. Sungguh sebuah kesempatan yang sangat berharga buat saya. Awal menerima undangan ini saya pikir kena prank. Masa’ iya sih ada Perpustakaan Provinsi bikin acara seperti ini, pikir saya. Tapi rupanya ibu Kepala Dinas ini...

Read More →

Berkah Dalem

Selamat merayakan Natal teman-teman, Berkah Dalem. Biasanya kalimat itu yang saya kirimkan ke sahabat dan teman-teman saya melalui WhatsApp untuk memberikan ucapan selamat Natal. Pagi tadi saya menyegarkan kembali ingatan tentang frasa Berkah Dalem, yang menurut beberapa referensi artinya Tuhan memberkati, yang menurut sejarah diambil dari kata Deo Gratia, berkah...

Read More →

44 Years of Practice

Lima tahun lalu saya dapat quote keren banget tentang usia 40, seperti ini: Gambar dari darlingquote.com Lalu tahun-tahun itu berlalu dan saya lupa apa yang jadi resolusi saya di ualng tahun saya ke-40 itu. Saya hanya ingat mengirimkan surat pada 40 orang yang pernah dan masih menggoreskan makna pada hidup...

Read More →

The Class of 94 and Beyond

Ilusi bahwa saya adalah Supergirl, Harley Quin, Black Widow, Queen of Wakanda patah sudah. Tanggal 25 Juni menerima hasil antigen positif. Tidak disarankan PCR sama dokter karena dia melihat riwayat orang rumah yang pada positif, β€œSave your money, stay at home, have fun, order as many foods as you like,...

Read More →

Domba New Zealand dan Pahlawan Perubahan Iklim

Pada suatu hari di bulan November 2016 bersama teman-teman dari tim Alzheimer Indonesia kami mendapat kesempatan untuk mengikuti konferensi di Wellington, New Zealand. Kok baru ditulis sekarang? Huft.. Seandainya kemalasan ada obatnya, saya antri beli dari sekarang. Ada banyak hal yang membuat orang mudah sekali jatuh hati pada Wellington, udaranya...

Read More →

Perjalanan ‘Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam’ Menemukan Jodohnya

Jodoh, rezeki dan maut ada di tangan Tuhan, katanya. Tapi kalau kita berharap Tuhan turun tangan untuk dua item pertama, nyesel sendiri lho ntar. Antriannya panjang, Sis. Ada tujuh milyar orang di muka bumi ini. Cover Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam Maka saya menjemput paksa jodoh tulisan saya pada...

Read More →

Defrag Pikiran dan Keinginan

Ada banyak peristiwa yang terjadi selama tahun 2020 ini, meskipun ada banyak juga yang kita harapkan seharusnya terjadi, tetapi belum kejadian. 2020 adalah tahun yang ajaib. Lulusan tahun ini sempat dibully sebagai lulusan pandemi. Yang keterima sekolah/kuliah di tempat yang diinginkan tidak segirang tahun sebelumnya, yang wisuda tahun ini apa...

Read More →

Didi Kempot, Sugeng Tindak Ma Lord

Hari ini status itu yang saya pasang di media sosial saya dengan foto Didi Kempot hitam putih dengan tulisan the Godfather of Broken Heart. Patahnya hati saya mungkin nggak sepatah teman-teman sadboys dan sadgirls lainnya. Saya tidak mengenal secara personal mas Didi, hanya pernah papasan di sebuah mal di Solo...

Read More →