condom is your best friend

Pada suatu hari saya mendengar kalimat tersebut meluncur dari seorang nenek pada cucunya yang berniat meninggalkan keluarganya di sebuah kota kecil dan memutuskan untuk bekerja di New York. Adegan tersebut ada pada sebuah film berjudul Post Grad. Oh, saya sungguh suka gaya nenek itu.

Hal tersebut mengingatkan saya pada suatu hari di Nusa Dua dan di Vienna. Di kedua tempat tersebut saya pernah mengikuti konferensi HIV/AIDS. Dari begitu banyak hal baru berhubungan dengan HIV/AIDS yang saya temui di kedua tempat tersebut, ada satu persamaan besar, yaitu kampanye kondom. Konter kondom bertuliskan CONDOMIZE di konferensi Vienna menyediakan kondom berbagai macam ukuran dan warna. Bahkan ada satu malam dimana mereka menggelar sebuah Condomize party, dimana peserta dari seluruh dunia berkumpul, dengan artificial kondom yang disebar dimana-mana, dance for life action, juga sebuah pagelaran fashion show dengan pakaian-pakaian terbuat dari kondom.

Di Vienna saya juga memperhatikan ada kondom-kondom jenis baru yang mungkin saya lewatkan ketika di Bali, yaitu kondom jari atau findom (singkatan dari finger condom) dan kondom untuk perempuan. Kondom jari itu, kita tahu dong untuk siapa? Betul sekali, untuk orang yang menggunakan mister atau miss Palmer sebagai partner aktifitas seks mereka. Sementara kondom perempuan, sampai saat ini di Indonesia masih belum dijual secara bebas di apotik, tapi kalau penasaran ingin mendapatkannya, saya rasa KPA (Komisi Penanggulangan AIDS) memiliki persediaan. Itu adalah kondom yang dipakai oleh perempuan, sehingga jika pasangan seksualnya menolak untuk memakai kondom, dia masih tetap terlindungi. Karena kuncinya ada pada perempuan. Hampir semua kondom itu dibagikan secara gratis. Kecuali kondom jari yang dijual 1 Euro untuk 4 buah kondom. Souvenir yang menarik bukan?

Semoga anda tidak langsung melotot dan merasa risih, perangkat yang paling personal itu kita bicarakan di edisi bulan Desember yang setiap tangal 1-nya diperingati sebagai hari AIDS sedunia ya. Karena idealnya kita memang sudah berhenti berkampanye kondom sejak beberapa tahun yang lalu, kalau saja setiap orang yang memang membutuhkan, tidak merasa malu atau enggan untuk menjadi aktifis kondom. Tetapi nyatanya sampai sekarang angka yang mencatat infeksi baru HIV masih terus saja ada. Angka tersebut mayoritas adalah usia produktif, yang juga bisa disimpulkan sebagai usia aktif secara seksual.

Memang, persebaran HIV/AIDS bukan hanya karena perilaku seksual yang tidak aman. Ada cara lain yang beresiko menjadi jalan penularan virus, misalnya transfusi darah, pemakaian jarum suntik secara bergantian, juga dari perempuan hamil pada janin yang dikandungnya, lalu yang tidak boleh dilupakan adalah resiko pekerja medis untuk tertular dan masih ada faktor lain yang mungkin belum pernah ditemukan sampai saat ini.

Nah, kenapa kampanye kondom menurut saya sampai saat ini masih relevan? Pertama, karena sejauh yang saya tahu, kondom adalah jalan terakhir untuk mencegah masuknya HIV ke dalam tubuh seseorang melalui hubungan seks. Kedua karena budaya patriarkis yang menyebabkan posisi perempuan berada di titik yang lemah untuk melakukan negosiasi seks. Ini bukan hanya berlaku pada perempuan yang menjadi pekerja seks saja, tetapi juga perempuan yang menjadi istri. Atas nama pengabdian, cinta, rasa percaya atau entah apalah namanya, para istri banyak yang berpikir suaminya setia, sehingga menawarkan pemakaian kondom pada suami jadi terdengar tidak tepat. Pilihan kontrasepsi untuk membatasi kelahiran anak beralih menjadi selain kondom. Sayangnya alat kontrasepsi selain kondom tidak bisa mencegah virus masuk ke dalam tubuh melalui sperma atau cairan vagina.

Not to mention teman-teman pekerja seks transgender yang posisi tawarnya jauh lebih lemah, tetapi resikonya jauh lebih tinggi. Ketika kesadaran akan pemakaian kondom masih hanya sebatas pada pihak-pihak yang berada di posisi lebih lemah, maka tingkat kesuksesan kondom sebagai pencegah terakhir HIV menginfeksi orang lain juga tipis. Tapi seandainya kesadaran memakai kondom juga ada pada mereka yang aktif memakai jasa pekerja seks, yang merasa perlu extra seksual partner selain eksklusif hanya dengan istri atau pacarnya saja, maka mungkin kondom sebagai tameng terakhir penularan HIV baru akan terlihat hasilnya.

Jadi, mari kita Tanya pada diri kita sendiri. Masuk kategori yang manakah kita ini? Memiliki resiko untuk menjadi orang yang tertular atau menularkan virus? Jika iya, segera lakukan test. Selain itu, seperti pesan nenek dalam film Post Grad tadi.

β€œDon’t forget, condom is your best friend.”

Tulisan ini dimuat pada majalah ICED! edisi Desember 2011

 

← obat segala penyakit
blackberry >< kaya →

Author:

Dian adalah penulis Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam dan 8 novel serta kumpulan cerita lainnya. Peraih grant Residensi Penulis Indonesia 2019 dan She Creates Change Green Camp 2020 ini lahir tahun 1976, belajar komunikasi di Universitas Diponegoro dan STIK Semarang, lalu lanjut belajar perlindungan anak di Kriminologi UI. Dia adalah anak ke-2 dari 4 bersaudara, ibu dari Vanya Annisa Shizuka dan beberapa anak lain. Saat ini Dian menghabiskan banyak waktunya menjadi penulis lepas dan konsultan untuk isu perlindungan anak dan kekerasan berbasis gender.

  1. Kondom adalah jalan terakhir? Tentunya tidak, membatasi diri untuk melakukan seks bebas adalah hal terbaik. Menurut saya.

    Salam kenal πŸ™‚

  2. Idealnya memang begitu mas.
    Tapi faktanya, bahkan orang yang berhubungan seks dengan satu orang seumur hidupnya saja, tetap bisa terinfeksi.
    Salam kenal kembali πŸ™‚

  3. Mas Wempi, iya lho… saya sendiri sampe lupa ngecek ke dalam tas. Terima kasih diingatkan untuk membawa.

    Tentang mengetes dengan pria HIV, saya tidak pernah melakukannya mas. Saya tidak bertanya. Hak mereka untuk memberi saya informasi. Dan hak saya untuk melindungan diri saya sendiri πŸ™‚

  4. tapi sekarang sedang meningkat lho, trend ibu-ibu rumah tangga tak berdosa yg justru tertular HIV. Karena masalahnya di Indonesia, harus diakui, pada umumnya masih ‘buta kesehatan’ dan terikat pada kepercayaan tertentu-terutama yang agak konservatif, jadi upaya promosi pencegahan perlu yang lebih mengena ya Mbak..

  5. Halaman putih: bahkan dengan pasangan resmi sekalipun, tetap perlu memakai kondom. Kareng virusnya nggak keliatan kan..

    Alinaun: betul betul.. gimana caranya ya?

    @helga: tidak seseram yang dibayangkan kok… πŸ™‚

  6. Betul, promosinya memang diperlukan banget. Tapi supaya promosinya bisa “sukses” di Indonesia, mungkin perlu suatu strategi khusus mengingat masih cukup banyaknya kalangan yang konservatif (cmiiiw).

  7. Miris juga saat mengetahui angka HIV positif yang meningkat ya, Mbak…
    Saya sebagai orang yang bekerja di dunia kesehatan juga telah menerima pelajaran penting dan utama, yaitu sebelum melaksanakan pekerjaan, jangan lupa memproteksi diri terlebih dahulu.

  8. Bagi sebagian orang kondom memang masih menjadi hal yang tabu. Saya sendiri pada awalnya ragu dan “malu” saat hendak membeli kondom di minimarket. Meski tujuannya untuk digunakan dengan istri sendiri, toh persepsi miring sangat mungkin timbul saat melihat orang membeli kondom. Masak dengan istri sendiri pake kondom? He2

    Tapi setelah beberapa lama, rasa malu itu hilang juga. Toh itu untuk kebaikan bersama, karena kondom kebetulan kami pilih sebagai alat kontrasepsi.

    Salam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

What to Read Next

Perpus Provinsi Kalimantan Selatan yang Inspiratif

Beberapa hari lalu saya mendapatkan kesempatan untuk mengisi acara diskusi literasi di Perpustakaan Provinsi Kalimantan Selatan. Sungguh sebuah kesempatan yang sangat berharga buat saya. Awal menerima undangan ini saya pikir kena prank. Masa’ iya sih ada Perpustakaan Provinsi bikin acara seperti ini, pikir saya. Tapi rupanya ibu Kepala Dinas ini...

Read More →

Berkah Dalem

Selamat merayakan Natal teman-teman, Berkah Dalem. Biasanya kalimat itu yang saya kirimkan ke sahabat dan teman-teman saya melalui WhatsApp untuk memberikan ucapan selamat Natal. Pagi tadi saya menyegarkan kembali ingatan tentang frasa Berkah Dalem, yang menurut beberapa referensi artinya Tuhan memberkati, yang menurut sejarah diambil dari kata Deo Gratia, berkah...

Read More →

44 Years of Practice

Lima tahun lalu saya dapat quote keren banget tentang usia 40, seperti ini: Gambar dari darlingquote.com Lalu tahun-tahun itu berlalu dan saya lupa apa yang jadi resolusi saya di ualng tahun saya ke-40 itu. Saya hanya ingat mengirimkan surat pada 40 orang yang pernah dan masih menggoreskan makna pada hidup...

Read More →

The Class of 94 and Beyond

Ilusi bahwa saya adalah Supergirl, Harley Quin, Black Widow, Queen of Wakanda patah sudah. Tanggal 25 Juni menerima hasil antigen positif. Tidak disarankan PCR sama dokter karena dia melihat riwayat orang rumah yang pada positif, β€œSave your money, stay at home, have fun, order as many foods as you like,...

Read More →

Domba New Zealand dan Pahlawan Perubahan Iklim

Pada suatu hari di bulan November 2016 bersama teman-teman dari tim Alzheimer Indonesia kami mendapat kesempatan untuk mengikuti konferensi di Wellington, New Zealand. Kok baru ditulis sekarang? Huft.. Seandainya kemalasan ada obatnya, saya antri beli dari sekarang. Ada banyak hal yang membuat orang mudah sekali jatuh hati pada Wellington, udaranya...

Read More →

Perjalanan ‘Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam’ Menemukan Jodohnya

Jodoh, rezeki dan maut ada di tangan Tuhan, katanya. Tapi kalau kita berharap Tuhan turun tangan untuk dua item pertama, nyesel sendiri lho ntar. Antriannya panjang, Sis. Ada tujuh milyar orang di muka bumi ini. Cover Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam Maka saya menjemput paksa jodoh tulisan saya pada...

Read More →

Defrag Pikiran dan Keinginan

Ada banyak peristiwa yang terjadi selama tahun 2020 ini, meskipun ada banyak juga yang kita harapkan seharusnya terjadi, tetapi belum kejadian. 2020 adalah tahun yang ajaib. Lulusan tahun ini sempat dibully sebagai lulusan pandemi. Yang keterima sekolah/kuliah di tempat yang diinginkan tidak segirang tahun sebelumnya, yang wisuda tahun ini apa...

Read More →

Didi Kempot, Sugeng Tindak Ma Lord

Hari ini status itu yang saya pasang di media sosial saya dengan foto Didi Kempot hitam putih dengan tulisan the Godfather of Broken Heart. Patahnya hati saya mungkin nggak sepatah teman-teman sadboys dan sadgirls lainnya. Saya tidak mengenal secara personal mas Didi, hanya pernah papasan di sebuah mal di Solo...

Read More →