The Last Page

Pagi ini saya berharap bangun pagi dan mendapat keceriaan hari Minggu yang paling berhak saya dapatkan. Tapi rupanya berita yang pertama masuk adalah berita duka. Tommy Page meninggal dunia. Yang bikin lebih miris lagi adalah penyebab meninggalnya karena bunuh diri.

Saya segera mencari tahu apa yang terjadi, tetapi kebanyakan informasi yang saya dapatkan menyebutkan bahwa penyebab pasti kematian masih dicari. Dia meninggalkan 3 orang anak & pasangan yang pasti sangat sedih kehilangan orang tercintanya. Ada yang mengatakan Page meninggal karena depresi. Tetapi depresi karena apa belum diketahui. Yang pernah saya baca beberapa tahun lalu, Page memang sangat concern dengan penampilan. Dia memang tidak se-baby face dulu. Tapi, bagian itu memang tidak bisa kita lawan kan. Lagian siapa yang peduli sih? Mungkin ada orang-orang tertentu yang peduli dengan penampilan. Buktinya industri kosmetik & bedah plastik sukses banget di banyak negara.

Tetapi bukan itu yang ingin saya bahas. Sejak mendengar berita kematian Page pagi ini, saya jadi memutar lagi lagu-lagu Page yang merupakan album musik pertama saya di kelas 2 SMP. A shoulder to cry on adalah salah satu lagu favorit saja. Liriknya bilang kalau setiap orang butuh pundak untuk ditetes-tetesin air mata pas kita lagi mellow, setiap orang ketika seluruh dunia ini udah runtuh perlu seseorang yang ada di sebelahnya buat nemenin dia.

Saya jadi mikir, Page kan punya keluarga yang sepertinya harmonis ya? Kok dia bisa sedepresi itu sampai memutuskan bunuh diri? Kita tidak tahu benar apa yang terjadi di rumah orang lain, yang kita lihat hanya kulitnya. Tetapi kasus Page, dan juga kasus-kasus depresi lainnya ini membuat saya jadi ingin mencari cermin untuk hati saya. Kemudian mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan, apakah saya bahagia, apa yang saya cari dalam hidup, apakah saya menjadi virus atau vitamin bagi mahluk lain di sekeliling saya?

Tanggal 3 Maret adalah halaman terakhir Page di muka bumi ini. Saya yakin dia menorehkan banyak makna buat orang-orang di sekelilingnya. Buat saya, dia menorehkan makna jauh lebih dalam. Membuat saya menanyakan hal-hal yang selama ini jarang saya tanyakan. Hari ini mungkin halaman terakhirnya Page, tapi buat beberapa orang yang mengaguminya seperti saya, hari ini adalah lembar pertama kita.

Welcome home, Page. Tetaplah bernyanyi di manapun kamu berada ya.

← Secret Sender
Perempuan Tidak Sama dengan Ibu →

Author:

Dian adalah penulis Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam dan 8 novel serta kumpulan cerita lainnya. Peraih grant Residensi Penulis Indonesia 2019 dan She Creates Change Green Camp 2020 ini lahir tahun 1976, belajar komunikasi di Universitas Diponegoro dan STIK Semarang, lalu lanjut belajar perlindungan anak di Kriminologi UI. Dia adalah anak ke-2 dari 4 bersaudara, ibu dari Vanya Annisa Shizuka dan beberapa anak lain. Saat ini Dian menghabiskan banyak waktunya menjadi penulis lepas dan konsultan untuk isu perlindungan anak dan kekerasan berbasis gender.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

What to Read Next

Perpus Provinsi Kalimantan Selatan yang Inspiratif

Beberapa hari lalu saya mendapatkan kesempatan untuk mengisi acara diskusi literasi di Perpustakaan Provinsi Kalimantan Selatan. Sungguh sebuah kesempatan yang sangat berharga buat saya. Awal menerima undangan ini saya pikir kena prank. Masa’ iya sih ada Perpustakaan Provinsi bikin acara seperti ini, pikir saya. Tapi rupanya ibu Kepala Dinas ini...

Read More →

Berkah Dalem

Selamat merayakan Natal teman-teman, Berkah Dalem. Biasanya kalimat itu yang saya kirimkan ke sahabat dan teman-teman saya melalui WhatsApp untuk memberikan ucapan selamat Natal. Pagi tadi saya menyegarkan kembali ingatan tentang frasa Berkah Dalem, yang menurut beberapa referensi artinya Tuhan memberkati, yang menurut sejarah diambil dari kata Deo Gratia, berkah...

Read More →

44 Years of Practice

Lima tahun lalu saya dapat quote keren banget tentang usia 40, seperti ini: Gambar dari darlingquote.com Lalu tahun-tahun itu berlalu dan saya lupa apa yang jadi resolusi saya di ualng tahun saya ke-40 itu. Saya hanya ingat mengirimkan surat pada 40 orang yang pernah dan masih menggoreskan makna pada hidup...

Read More →

The Class of 94 and Beyond

Ilusi bahwa saya adalah Supergirl, Harley Quin, Black Widow, Queen of Wakanda patah sudah. Tanggal 25 Juni menerima hasil antigen positif. Tidak disarankan PCR sama dokter karena dia melihat riwayat orang rumah yang pada positif, “Save your money, stay at home, have fun, order as many foods as you like,...

Read More →

Domba New Zealand dan Pahlawan Perubahan Iklim

Pada suatu hari di bulan November 2016 bersama teman-teman dari tim Alzheimer Indonesia kami mendapat kesempatan untuk mengikuti konferensi di Wellington, New Zealand. Kok baru ditulis sekarang? Huft.. Seandainya kemalasan ada obatnya, saya antri beli dari sekarang. Ada banyak hal yang membuat orang mudah sekali jatuh hati pada Wellington, udaranya...

Read More →

Perjalanan ‘Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam’ Menemukan Jodohnya

Jodoh, rezeki dan maut ada di tangan Tuhan, katanya. Tapi kalau kita berharap Tuhan turun tangan untuk dua item pertama, nyesel sendiri lho ntar. Antriannya panjang, Sis. Ada tujuh milyar orang di muka bumi ini. Cover Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam Maka saya menjemput paksa jodoh tulisan saya pada...

Read More →

Defrag Pikiran dan Keinginan

Ada banyak peristiwa yang terjadi selama tahun 2020 ini, meskipun ada banyak juga yang kita harapkan seharusnya terjadi, tetapi belum kejadian. 2020 adalah tahun yang ajaib. Lulusan tahun ini sempat dibully sebagai lulusan pandemi. Yang keterima sekolah/kuliah di tempat yang diinginkan tidak segirang tahun sebelumnya, yang wisuda tahun ini apa...

Read More →

Didi Kempot, Sugeng Tindak Ma Lord

Hari ini status itu yang saya pasang di media sosial saya dengan foto Didi Kempot hitam putih dengan tulisan the Godfather of Broken Heart. Patahnya hati saya mungkin nggak sepatah teman-teman sadboys dan sadgirls lainnya. Saya tidak mengenal secara personal mas Didi, hanya pernah papasan di sebuah mal di Solo...

Read More →