Sejak kecil saya selalu merasa istimewa. Terserah apa kata orang! Pokoknya saya istimewa 🙂 Well, ain’t we all?
Maka untuk membuktikan keistimewaan saya, saya sering menghabiskan waktu untuk mencari apa yang membuat saya istimewa. Dimulailah dengan menanyakan pada Google, what happened on 1976. Maka saya menemukan beberapa kejadian berikut (ini saya ambil hanya yang paling signifikan menurut saya ya):
- Steve Jobs menemukan computer Apple di California
- Sehari setelah saya lahir, US Viking 1 mendarat di Mars dan ini adalah pendaratan pertama di planet tersebut (saya tidak yakin apakah Matt Damon atau bukan yang mendarat di sana). Mungkin inilah kenapa saya agak terobsesi dengan hal-hal berbau antariksa.
- Gempa berkekuatan 8,2 skala Richter membunuh lebih dari 240 ribu orang di China. Saya tidak bangga pada kejadian ini, tapi ini menjelaskan mengapa saya sering bermimpi berada di dalam suasana gempa.
- Single Bohemian Rhapsody terjual lebih dari 1 juta kopi di tanggal 3 Juni.
Yes! Saya berhasil menemukan alasan mengapa saya harus merasa istimewa dan beruntung lahir di tahun 1976. Saya ingat sekali masa kecil saya dipenuhi dengan berbagai jenis musik yang luar biasa. Para Pakdhe menyetel Beatles dan mendendangkannya sembari berkaca, tentu saja dengan celana cutbray di kaki dan Pomade di kepala mereka. I wanna hold your hand dan Hey Jude adalah yang paling terekam di kepala saya. Berikutnya ketika sudah bisa memilih musik sendiri saya menambahkan dengan lebih banyak koleksi mereka. Favorit saya adalah Michele dan Jealousy. Sementara itu adik-adik Bapak lebih menyukai yang nge-rock dan lebih kekinian di masa itu. Queen adalah yang paling sering diputar oleh generasi yang lebih muda ini.
Owihierits redio gaga, redio gugu, redio gaga, redia blaba, redio watcyu, samwan stil lov yuuuu
Begitu kurang lebih kata-kata yang tertangkap oleh kepala saya jika lagi Radio Gaga diputar keras-keras setiap pagi. Kali ini sudah tanpa Pomade. Para Oom lebih membiarkan rambut diwut-diwut mereka mengembang alami. Ketika para oom kepalanya manggut-manggut, kami para ponakan kecil ikut melakukan hal yang sama. Freddy Mercury, Bryan May, John Deacon dan Roger Taylor baru kemudian saya kenal lebih jauh ketika menjadi penyiar di RCTFM Semarang dan dipaksa keras memandu acara musik rock di malam Minggu. Biografi Freddy Mercury saya baca jauh sebelum itu, waktu saya masih SMA kalau tidak salah. Beberapa saat setelah kematiannya, majalah Intisari memberikan bonus biografi singkat yang merupakan hasil wawancara dengan pacar Freddy, Jim Hutton. Saya mewek-mewek sendiri membacanya, membayangkan bagaimana pasangan itu saling menguatkan. Jim yang sampai akhir hayat Freddy tetap bertahan tidak memberitahu kondisi kesehatannya sendiri, Freddy yang selalu misterius dan tidak pernah ingin dikenal sebagai orang yang mati karena HIV, melainkan seorang performer sejati. And he did it.
Lalu beberapa hari lalu bersama keluarga besar OTMI, kami menonton Bohemian Rhapsody. Vanya yang awalnya enggan diajak nonton film itu, terus menerus bertanya, “Nanti aku ngerti nggak kalau nonton film itu? Itu film tentang apa sih?” Dia memang selalu khawatir kalau ibunya yang memutuskan film apa yang akan ditonton. Well, tapi kali ini saya lebih dari 100% yakin kalau dia akan menikmati filmnya. Dan benar saja, anak saya dapat memaklumi ketika ibunya mewek-mewek entah berapa kali di dalam bioskop. Dia juga berbahagia saja ketika begitu selesai film, langsung diajak lanjut karioki dengan tema Queen. Dan di dalam kamar bernyanyi itu, anak saya sangat menikmati tante-tante dan omnya bernyanyi tanpa henti sembari bergaya ala Freddy. Dan seminggu kemudian dia memutuskan untuk kembali menonton Bohemian. Oh, we really missed you, Mercury. Even my daughter loves you already now.
Saya bersyukur terlahir di keluarga yang beberapa diantaranya selalu menginisiasi diputarnya musik ketika saya masih kecil. Bapak saya juga meninabobokkan saya dengan lagu berbahasa Jawa, Yen Ing Tawang Ono Lintang adalah yang paling nancep di kepala. Sementara ibu dengan lagu berbahasa Madura yang diselipkan dalam dongeng si Toron Pepek. Lewat masa kanak-kanak itu, saya membesarkan telinga dan hati saya dengan lagu-lagu 90-an. Sampai detik ini saya masih menyanyikan More Than Words, Independent Love Song, Bizarre Love Triangle dan lagu-lagu Alanis Morrissette seperti gila. Hidup saya berhenti di era itu untuk musik. Setiap lagu baru yang saya dengar di radio atau dari anak saya, membutuhkan waktu lebih lama untuk dicerna. Mungkin semua generasi memiliki problem yang sama dengan saya, seperti para pejabat yang selalu menyanyikan Teluk Bayur di acara apapun, atau Kemesraan sebagai penutup acara. Tapi saya beruntung, dibesarkan di era musik-musik yang keren – otherwise nggak akan ada Festival 90-an sekarang ini 😉
Terima kasih semesta, telah memilih memuntahkan saya ke dunia di waktu yang tepat.
*langsung nyanyi We are the Champion
Off all the great artist that where famous and died in my live. Freddy is for sure in my top 10, next to (random order) : Bob Marley, Ray Charles, Prince, 2PAC, Sam Cook, M Jackson, Aretha Franklin, George Michael, David Bowie
Everyone of these people have made my life at time a little bit better. Thanks 🙂