Berkah Dalem

Selamat merayakan Natal teman-teman, Berkah Dalem.

Biasanya kalimat itu yang saya kirimkan ke sahabat dan teman-teman saya melalui WhatsApp untuk memberikan ucapan selamat Natal. Pagi tadi saya menyegarkan kembali ingatan tentang frasa Berkah Dalem, yang menurut beberapa referensi artinya Tuhan memberkati, yang menurut sejarah diambil dari kata Deo Gratia, berkah Tuhan menyertaimu. Amin.

Setiap Natal tiba, saya selalu ikut merasakan suka cita. Mungkin karena sejak kecil saya dibesarkan dengan tinggal tepat di depan sebuah gereja Bethel. Selain karena lagu-lagu yang dinyanyikan dengan penuh antusias, kebahagiaan kecil saya yang lain ketika itu adalah karena warung milik Pakdhe yang saya bantu jaga selalu laris pada saat Natal. Anak-anak pastilah mendapat uang saku lebih dari orang tua mereka dan jajan ke warung kami jadi lebih banyak. Itu artinya bonus dari Pakdhe buat saya juga lebih dari biasanya.

Setelah semakin dewasa, Natal menimbulkan suka cita yang berbeda, karena sungguh, sebagai penggemar film action dan thriller, saya sangat tidak menikmati romance. Tapi film-film Natal setelah era Home Alone, adalah sebuah pencerahan. Seolah-olah film-film yang diputar di bulan-bulan Desember itu sengaja diciptakan oleh orang-orang Hollywood buat saya agar sedikit kendor di akhir tahun. Dan film Natal favorit saya adalah Eyes Wide Shut. Hahaha… Teteup!

Begitu memasuki usia 40-an sukacita Natal saya sedikit berkurang. Bukan apa-apa, tetapi Natal selalu datang berdekatan dengan tahun baru. Ini berbeda dengan hari Raya Idul Fitri yang terus menerus bergeser maju karena menggunakan penanggalan Islam. Natal selalu sama. Dan rasanya setiap Natal tiba, saya seperti disuruh untuk kontemplasi. Hayo, tinggal tujuh hari lagi tahun ini. Coba catat, apa saja yang sudah kau perbuat di 358 hari sebelumnya. Dan rasanya itu semacam terkena panah Hawkeye tepat di ulu hati.

Dulu waktu pertama kali kenal piktochart saya selalu membuat chart pencapaian tahun sebelumnya sekaligus membuat resolusi tahun berikutnya. Semakin ke sini saya merasa kok semakin materiil ya saya. Jadi saya lebih suka duduk sendiri dan ngobrol dengan diri saya, “Udah ngitung berapa orang yang kamu sakiti? Udah ngitung berapa banyak kesombonganmu tahun ini? Udah minta maaf belum? Udah beramal belum?” gitu seterusnya. Ih, saya suka bergidik sendiri. Ternyata masih banyak monster di dalam diri saya, kalau dirunut satu-satu.

Tapi di sisi lain, saya belajar juga untuk menetralisir dengan bilang, “Tapi kamu udah berniat diet kok, kamu udah nggak nyinyir sama orang lain, karena lebih banyak diam di rumah, bagus lah TV kamu beneran nggak nyala setahun ini, yah tapi kamu masih tetep buka sosmed dan ngomel di sana sih.” Gitu-gitu aja.

Dua tahun belakangan ini, lagi-lagi Tuhan menunjukkan ke saya betapa saya sangat disayangi dan diberkati. Kalau tidak tentulah saya tidak bisa menulis catatan ini.

Kalau dulu saya berpikir bahwa saya sangat spesial, sampai kalau misalnya saya ada di di dalam film-film tentang kiamat atau bencana, pastilah saya termasuk yang akan selamat, tahun 2021 saya diajak untuk berpikir ulang. Terkena Covid sekeluarga membuat saya berpikir, hey, you’re just another person. Stay sober! Lalu kondisi kesehatan yang lama sekali pulih dan sekarang hidup penuh kewaspadaan. Itu semua membuat saya naik ke level berikutnya dalam hal menjadi manusia.

2021 juga baik sekali pada saya. Banyak orang mengapresiasi Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam. November – Desember ini banyak sekali yang mengundang untuk datang ke acara-acara diskusi daring untuk membahas isunya. Oh, sungguh senang. Semoga semakin banyak yang mendengar dan berbicara tentang penghapusan kekerasan terhadap perempuan, semakin cepat pula orang sadar untuk ikut mengambil peran di dalamnya.

Magi Diela membuat saya bahagia, sekaligus was-was. Bisakah saya konsisten menulis seperti sekarang? Apakah orang akan menerima tulisan-tulisan saya berikutnya? Dan masih banyak lagi rasa ragu, takut, khawatir yang muncul karena respon orang terhadap Magi Diela.

Semoga saya dan tentunya kita semua, tidak berhenti pada rasa takut. Karena takut tidak akan membawa kita kemanapun. Menurut banyak film yang pernah saya tonton, rasa takut adalah protein paling bermanfaat untuk membuat setan jadi lebih kuat. Jadi, jangan berikan itu pada mereka.

Mengakhiri tulisan ini, sekali lagi, selamat Natal, selamat merayakan kelahiran Tuhan Yesus, mari kita berbahagia, mari kita menjadi versi yang lebih baik dari diri kita saat ini.

Berkah Dalem.

← 44 Years of Practice
Perpus Provinsi Kalimantan Selatan yang Inspiratif →

Author:

Dian adalah penulis Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam dan 8 novel serta kumpulan cerita lainnya. Peraih grant Residensi Penulis Indonesia 2019 dan She Creates Change Green Camp 2020 ini lahir tahun 1976, belajar komunikasi di Universitas Diponegoro dan STIK Semarang, lalu lanjut belajar perlindungan anak di Kriminologi UI. Dia adalah anak ke-2 dari 4 bersaudara, ibu dari Vanya Annisa Shizuka dan beberapa anak lain. Saat ini Dian menghabiskan banyak waktunya menjadi penulis lepas dan konsultan untuk isu perlindungan anak dan kekerasan berbasis gender.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

What to Read Next

Perpus Provinsi Kalimantan Selatan yang Inspiratif

Beberapa hari lalu saya mendapatkan kesempatan untuk mengisi acara diskusi literasi di Perpustakaan Provinsi Kalimantan Selatan. Sungguh sebuah kesempatan yang sangat berharga buat saya. Awal menerima undangan ini saya pikir kena prank. Masa’ iya sih ada Perpustakaan Provinsi bikin acara seperti ini, pikir saya. Tapi rupanya ibu Kepala Dinas ini...

Read More →

Berkah Dalem

Selamat merayakan Natal teman-teman, Berkah Dalem. Biasanya kalimat itu yang saya kirimkan ke sahabat dan teman-teman saya melalui WhatsApp untuk memberikan ucapan selamat Natal. Pagi tadi saya menyegarkan kembali ingatan tentang frasa Berkah Dalem, yang menurut beberapa referensi artinya Tuhan memberkati, yang menurut sejarah diambil dari kata Deo Gratia, berkah...

Read More →

44 Years of Practice

Lima tahun lalu saya dapat quote keren banget tentang usia 40, seperti ini: Gambar dari darlingquote.com Lalu tahun-tahun itu berlalu dan saya lupa apa yang jadi resolusi saya di ualng tahun saya ke-40 itu. Saya hanya ingat mengirimkan surat pada 40 orang yang pernah dan masih menggoreskan makna pada hidup...

Read More →

The Class of 94 and Beyond

Ilusi bahwa saya adalah Supergirl, Harley Quin, Black Widow, Queen of Wakanda patah sudah. Tanggal 25 Juni menerima hasil antigen positif. Tidak disarankan PCR sama dokter karena dia melihat riwayat orang rumah yang pada positif, “Save your money, stay at home, have fun, order as many foods as you like,...

Read More →

Domba New Zealand dan Pahlawan Perubahan Iklim

Pada suatu hari di bulan November 2016 bersama teman-teman dari tim Alzheimer Indonesia kami mendapat kesempatan untuk mengikuti konferensi di Wellington, New Zealand. Kok baru ditulis sekarang? Huft.. Seandainya kemalasan ada obatnya, saya antri beli dari sekarang. Ada banyak hal yang membuat orang mudah sekali jatuh hati pada Wellington, udaranya...

Read More →

Perjalanan ‘Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam’ Menemukan Jodohnya

Jodoh, rezeki dan maut ada di tangan Tuhan, katanya. Tapi kalau kita berharap Tuhan turun tangan untuk dua item pertama, nyesel sendiri lho ntar. Antriannya panjang, Sis. Ada tujuh milyar orang di muka bumi ini. Cover Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam Maka saya menjemput paksa jodoh tulisan saya pada...

Read More →

Defrag Pikiran dan Keinginan

Ada banyak peristiwa yang terjadi selama tahun 2020 ini, meskipun ada banyak juga yang kita harapkan seharusnya terjadi, tetapi belum kejadian. 2020 adalah tahun yang ajaib. Lulusan tahun ini sempat dibully sebagai lulusan pandemi. Yang keterima sekolah/kuliah di tempat yang diinginkan tidak segirang tahun sebelumnya, yang wisuda tahun ini apa...

Read More →

Didi Kempot, Sugeng Tindak Ma Lord

Hari ini status itu yang saya pasang di media sosial saya dengan foto Didi Kempot hitam putih dengan tulisan the Godfather of Broken Heart. Patahnya hati saya mungkin nggak sepatah teman-teman sadboys dan sadgirls lainnya. Saya tidak mengenal secara personal mas Didi, hanya pernah papasan di sebuah mal di Solo...

Read More →