Akhirnya, nonton juga film Perempuan Punya Cerita, kemaren. Bareng sama Body Shop, Komnas Perempuan dan Kalyana Shira Foundation. Fiuh… what a movie. Meninggalkan sebuah rongga di dalam jantungku. Sakit rasanya melihat anak-anak yang dijual, perempuan yang diperkosa dan hak reproduksinya terenggut. Sakit melihat anak-anak SMA menikmati tubuh mereka dengan cara yang memprihatinkan. Bahwa ternyata berhati-hati dan pilah-pilih saja, juga tidak cukup. Intinya, itu film memang sudah gila. Keren abeeesss… Bikin melek!!
Belum lagi dilanjutkan dengan obrolan sama mb Myra Diarsi, Vivian Idris, Bonnie dan mb Ukke dari Body Shop. Gosh!! Respect your self first, baru kita bisa respect sama orang lain, baru orang lain juga akan respect sama kita. Inti pesannya adalah gitu. Diantaranya lah… Pesan yang lain sih banyak banget.
Setelah nonton film itu, jadi ingat pada salah satu episode hidupku dua tahun yang lalu. Pada suatu hari, aku nulis cerita tentang seorang anak yang sudah dewasa dan dia mengingat masa-masa ketika dia pernah mendapat perlakuan asusila dari orang yang sudah dewasa. Nggak tau kenapa, aku nulis bisa sampe nangis berlinang-linang. Berkali-kali berusaha nulis lagi, nangis lagi. Akhirnya aku berenti sebentar, tarik nafas, dan… akhirnya aku mengingat sesuatu yang kutekan seumur hidupku. 30 tahun. I’ve been there. I was that child. Dipaksa melakukan oral sex pada seorang anak SMP. I’ve been in kindergarten at that time, kalo gak salah. Aku bahkan sudah nggak ingat, anak itu seperti apa. Damn!!
Lalu kemaren aku melihat Maesaroh, anak dalam Cerita Cibinong yang dipaksa melakukan oral seks pada orang dewasa. Gimana nggak nangis?? Aku sangat bersyukur memiliki orang tua yang melindungiku. Setidaknya, kejadian padaku hanya berlangsung sekali dan aku bisa menekannya sampai tidak mengingat cerita itu, dan tiba-tiba muncul ketika aku menulis cerita tentang pelecehan pada anak kecil itu. Aku tahu perasaan Maesaroh. Kami tidak tahu apa yang kami lakukan. Kami, tidak merasa bahwa ini adalah salah. Bahkan mungkin, kami dipaksa melakukannya pada kakak, om, eyang, atau teman dekat orang dewasa di rumah yang sebenarnya kami kagumi.
Owh, pedih!! Aku jadi ingat pada Vanya kecilku, Gendis mungilku, Oshin, Jojo, Dita, Dava, Zienetta, Moyna, mereka adalah anak-anakku, anak-anak sahabatku…
Kami semua ini, para ibunya, kehilangan waktu sedikitnya 10 jam dalam sehari untuk menjaga mereka. Pada siapa kami akan menitipkan anak-anak ini? Sudah pasti pada yang memiliki mereka, yang memiliki hidup. itu tidak perlu kita pertanyakan. Tapi menurutku adalah, mash ada yang bisa kita lakukan sebagai orang tuanya, orang yang dititipi anak itu untuk lahir ke dunia. Ajak mereka untuk memahami kerasnya kondisi alam tempat mereka tumbuh saat ini. Jangan takut untuk mengatakan pada mereka betapa berharganya tubuh mereka. Ajarkan pada mereka untuk berani berteriak.
Jangan takut memberikan sex education pada mereka. Jawab setiap pertanyaan tentang dari mana asalnya bayi, kenapa kakak punya penis dan adek tidak, kenapa orang dewasa berciuman. Jawab!! Kalau tidak tahu jawabannya, baca buku! Jangan sembunyikan fakta apapun dari anak. Tapi dengan cara mereka. Ok? Jangan sampai anak-anak kita mencari tahu dari sumber yang salah..
Anak-anak kita, sangat berharga, jadi… mari kita hargai mereka, mulai sekarang! Perlakukan mereka, sebagai manusia. Sekarang!
Talkin bout your past.. gak trauma dengan creature berspesies PRIA khan? heheheh
Hahaha… Putera!!
Do I know you? Or you think you really knew me?
Kayaknya Putera juga bukan berspesies Putera deh…
Hehehe
Heheheh.. perlu dibuktikan?
aku ingat cerita yang kamu tulis itu… aku sempet membacanya. Dan feeling ku ternyata benar…