Pada suatu hari di bulan November 2016 bersama teman-teman dari tim Alzheimer Indonesia kami mendapat kesempatan untuk mengikuti konferensi di Wellington, New Zealand. Kok baru ditulis sekarang? Huft.. Seandainya kemalasan ada obatnya, saya antri beli dari sekarang.
Ada banyak hal yang membuat orang mudah sekali jatuh hati pada Wellington, udaranya yang bersih, anginnya yang nggak berhenti berhembus, makanya dia dijuluki Windy Welly, pemandangan teluk yang indah, juga daging domba dan sapinya yang enak banget. Endes surendes, tak dung des! Parah! Tuan rumah selalu menawarkan daging domba sebagai menu yang paling dahsyat dan wajib untuk dicoba selama kami tinggal di sana, karena memang makanan tersebut adalah salah satu andalannya. Tentu saja kami menikmatinya.
Selama di Wellington kurang lebih dua minggu, kami menikmati udara yang sangat dingin dan komentar yang paling sering muncul diantara kami adalah, kayaknya enak ya hidup di sini. Dan memang iya. Mbak Lina, ibu kos kami selama di sana, yang sudah hampir dua tahun tinggal di sana setiap pagi masih selalu bilang, “I still can’t believe that I wake up with this view everyday.” Saking masih terkagum-kagumnya sama Wellington.
Tapi alangkah terkejutnya kami bahwa rupanya negeri kiwi ini adalah salah satu lokasi di muka bumi ini dengan lubang ozon yang cukup besar. Ouch! Apa salah dan dosa negeri ini sampai ozon di atasnya bolong besar? Yes! Peternakan sapi dan domba yang sangat banyak dan bertebaran di seluruh negeri adalah salah satu penyebabnya. Kita tahu sapi menghasilkan jejak metana yang cukup besar. Coba lihat gambar di bawah ini!
Mohon jangan salahkan sapi dan domba dalam hal ini. Mereka sepenuhnya inosen. Saya jadi merasa berdosa waktu cerita ini ke ponakan saya, dia lalu bilang dengan mata berkaca-kaca, “Jadi kita harus membunuh semua sapi di sana?” No no no! Bukan begitu juga jalan ceritanya.
Jadi sederhananya, jika sapi hidup dalam jumlah yang normal, bukan dibudidayakan untuk memenuhi perut manusia, maka rasanya ozon di langit kita nggak akan sebolong itu. Sekarang bayangkan, dari data onetreeplanted kita tahu kalau 80 persen dari produksi kedelai berakhir menjadi pakan ternak. Kemudian WRI menemukan kalau kita tidak mengubah pola makan, maka di tahun 2050 ada sekitar hampir 600 juta hektar, ini setara dua kali luas India, yang akan dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pangan kita.
Terus gimana dong? Itu pertanyaan saya waktu itu sambil udah mulai merasa berdosa mengunyah daging domba yang juicy itu.
Konon kabarnya menjadi vegan adalah salah satu solusinya. Tahu kan bedanya vegan dan vegetarian? Vegan adalah tidak memakai dan mengkonsumsi apapun yang berasal dari hewan, termasuk pakaian dari woll dan tas dari kulit rusa atau hewan apapun. Sementara vegetarian adalah tidak memakan semua makanan yang berasal dari hewan. Ketika seseorang menjadi vegan, maka dia sudah mengurangi lebih dari setengah emisi gas rumah kaca yang dihasilkan, dibanding ketika dia menjadi omnivora.
Lalu pikiran saya kembali ke rumah ketika itu, kembali ke warung padang maha dahsyat yang selalu saya rindukan, ke rawon dan soto daging buatan ibu saya, dan saya ingin menangis. Tahun 2008 – 2010 saya berhasil menghentikan makan daging merah dan unggas. Waktu itu alasan saya lebih karena upaya pengendalian emosi. Jadi sebetulnya saya bisa mengulangi masa-masa itu sekarang, dengan alasan yang berbeda lagi.
Oh ya, jika belum kenal dengan saya, ya.. saya adalah anak kecil berbadan dewasa yang selalu bercita-cita menjadi pahlawan. Baru saja saya membaca tentang lubang ozon yang mengecil di akhir tahun 2020 ini, girang sekali mendengarnya. Mungkin jika ditambah saya menjadi vegetarian, lubang ozonnya akan lebih cepat mengecil lagi ya.
Ini masih pemikiran saya saja. Tapi mungkin kalau banyak temannya, saya jadi bisa lebih bersemangat. Jadi, siapa yang mau menemani saya menjadi pahlawan iklim dan menyatakan selamat tinggal pada rendang, rawon, steik dan domba New Zealand yang maha enak itu?
Mbak, aku mau mewawancara dirimu. Bisa dikontak di manakah?
Hola kakak. Boleh ke emailku: dian.purnomo@gmail.com
Maaf baru respon