Tulisan ini dibuat bukan hanya dalam rangka menyambut kembalinya Ariel ke kancah pertarungan yang sesungguhnya, tapi juga karena belakangan ini saya menyadari lebih dalam bahwa banyak hal yang lewat di depan saya, kadang berhenti sebentar, kadang berlalu begitu saja, dan tidak satupun diantaranya ada yang abadi.
Pada suatu hari saya pernah jatuh cinta dan berpikir bahwa perasaan saya padanya abadi. Lalu tidak berselang lama kemudian saya tidak lagi jatuh cinta padanya. Maka saya berpikir, mana yang lebih abadi ya? Rasa cinta saya atau rasa tidak cinta saya padanya? Karena yang lebih awal adalah rasa biasa saja. Tapi saya berpikir bahwa mungkin saya akan jatuh cinta lagi padanya, dalam kondisi yang berbeda. Walaupun ini sangat tidak disarankan 😉
Lalu saya bercermin, melihat foto-foto di album lama saya dan melihat bahwa sedikit sekali hal-hal yang abadi di muka bumi ini. Saya melupakan banyak kisah lalu yang diingat baik oleh orang lain, begitu pula sebaliknya. Padahal katanya kenangan itu tertinggal selamanya. Tapi ternyata tidak juga.
Anak-anak yang kita miliki, mereka juga tidak selamanya anak-anak. Mereka akan menjadi teman kita pada titik tertentu nanti, lalu bahkan menjadi guru kita.
Sayangnya, sering kali sulit menerima bahwa ada banyak hal yang tidak abadi. Apalagi kalau itu berkenaan dengan orang lain. Kalau kita yang berubah, sering kali kita berharap orang lain maklum. Kalau orang lain yang berubah, kita emosi jiwa dan nggak terima. Hihihi.. Siapa eluh? Kata hati nurani saya.
Tapi kali ini, saya sedang belajar keras untuk menerima ketidakabadian, dari manapun datangnya. Bahkan dari sejak awal perasaan atau benda atau apapun itu datang.
Dari pekerjaan, kita bisa diberhentikan atau perusahaan koleps,
Dari kehidupan, kita bisa berhenti berdetak jantung dan mati,
Dari sebuah konser, bisa dibatalkan atau diserbu massa,
Dari kendaraan, bisa pecah ban atau ditilang polisi,
Dari percintaan, bisa bosan atau menemukan yang lebih seksi,
Jadi, kenapa mesti ditangisi? Kalau kita sudah tahu bahwa tidak ada yang abadi?
Ini seperti ilmu yang saya dapatkan di Vihara Mendut empat tahun yang lalu. Anicca. Constant change. Hanya perubahan yang abadi. Selamat menikmati ketidakabadian 🙂
Tulisan ini selain saya tujukan untuk Ariel, juga untuk mas-mas lucu di dalam angkot yang wajahnya mirip Badai yang memakai kaos consina, membawa ransel dan berbicara pada anaknya dengan sangat manis, yang saya tidak pernah tahu namanya.
Jika tidak abadi, mungkin itu bukan cinta Mbak :).
Masak sih Cahya, lagi jatuh cinta ya.. 🙂
hanya Tuhan yang abadi…
thx for the share gan