Teman-teman… maaf lahir batin ya… Ini bukan sekedar karena hitungan astronomi, tapi karena keinginan untuk kembali menjadi suci, bersih diri, bersih nurani. Dan aku berjanji akan memaafkan setiap kesalahan yang pernah terjadi.
Idul Fitri kali ini, banyak sekali hal yang membuat mataku terbuka. Pertama, karena menghindari berlebaran di rumah mertua ataupun orang tua, maka aku memilih berlebaran di rumah teman yang sudah seperti keluarga, atau keluarga yang sudah seperti teman. Yah, gitu deh..
Tapi ternyata, di sana yang ada bukan berlebaran.
Aku ke rumah Frey untuk merayakan keriaan lebaran dan nonton takbir di Monas. Tapi karena sesuatu dan lain hal, maka nggak jadi. Kita pulang. Dan di malam takbir itulah, semuanya terjadi.
Berawal dari Patria yang tiba-tiba jatuh sakit, dan kami yang ada di rumah mesti bergantian menungguinya di rumah sakit, sampai akhirnya, Tuhan memanggilnya hari Jum’at dini hari. Seperti mimpi. Semua orang berkomentar sama. Seperti mimpi.
Mungkin itu juga yang akan kita alami, kalau waktu kita tiba. Kita tidak akan menyadarinya sama sekali. Tiba-tiba kita sudah dihadapkan pada sebuah jalan, dimana “siap tidak siap” tidak lagi dipertanyakan. Patria sangat beruntung, aku yakin dia mendapat pertanda dengan membeli buku 10 things i have to do before i die. Kami yang ditinggalkannya saja yang tidak sadar bahwa dia sudah memberi pertanda.
hhhhh…
Selamat jalan Patria, sekarang atau nanti cuma masalah waktu.
Ini seperti antrian di BCA, kita sudah pasti akan menghadap mbak kasir dengan senyum manis itu. Hanya saja, yang membedakan adalah, apakah selama menunggu kita menggerutu sambil dalam hati memaki orang lain yang berada di barisan depan kita dan membawa segepok uang lebih banyak. Atau kita menunggu sambil diam-diam bersenandung mensyukuri udara dingin penyejuk ruangan dan berkirim sms dengan orang-orang yang kita sayangi. Atau kita menunggu dan tidak merasakan apa-apa, dan begitu giliran kita tiba, kita juga tidak merasa bahagia dan lega. Indifferent. Biasa wae…
Semua tergantung sama kita yang menjalani, kayaknya gitu sih
Selain itu, lebaran ini karena experienced sama hal yang berbau kematian dan kehidupan, jadi mellow banget. Di hari pemakaman malah udah nggak kuat lagi. Exhausted abis. Nangis kayak gila. Yang tadinya masih kuat dan menguatkan orang lain, hari itu jebol pertahanan. Hhh… si clownfish ini, masih manusia juga rupanya. Belum bisa jadi badut beneran, dan memang nggak harus bisa. Itu lesson learn 1.
Berikutnya adalah, I realize something, I don’t wanna die alone. Kenapa? Karena kita benar-benar akan sendiri ketika kembali padaNya. Nggak ada lagi yang bisa kita lakukan. Saat itulah aku, kita, semua orang akan membutuhkan orang lain yang mengasihinya untuk merawat, mendoakan, menguburkan.
Semoga belum terlambat untuk mengungkapkan keinginan ini. Pada akhirnya. Keinginan untuk bebas ini, semoga sudah bisa diakhiri sampai di sini. Sekarang, ada keinginan lain yang lebih dari sebelumnya. Keinginan untuk diakui keberadaannya. Menjadi kekasih, memiliki kekasih, mengasihi, dikasihi. Dalam arti yang sesungguhnya. Dengan semua penghormatan atas komitmen bersama, dengan pahitnya tanggung jawab untuk bersedia diikat. Dengan senyum yang disungging bersama, dengan tangis yang diredakan berdua. Belum terlambat kan? Semoga…
hmm…yg tabah ya mbak 😀
Duh sendu bgt sih Yan…
Gw nangkepnya elo malah buka casting nih?
hayo..buruan daftar..
haha…
maaf lahir bathin juga jeng
hahaha… ngebaca aja loe, pesan tersirat gue shant.
see you in the land of God
menjadi kekasih, memiliki kekasih, dikasihi dan mengasihi ..
wadoooh ….mengharukan sekaleee keinginanmu..
mmmm….bagaimana kalo mulai dengan niat dulu?
kalo belum ada niat …yaaa kapan ketemunya
iya kan?
belum terlambat untuk memulai ‘niat’ ….