Dituduh HIV, Diasingkan di Kandang Sapi

Tanggal 9 Januari lalu, di tengah Sabtu saya yang tenang, saya menonton berita di Global TV tentang seorang laki-laki di Blitar yang diasingkan oleh keluarganya di kandang sapi. Dia tidak diijinkan masuk rumah dan bersosialisasi dengan anggota keluarga yang lain. Tidur, makan dan semua kegiatan dilakukan di kandang sapi. Apa gerangan yang menyebabkan laki-laki tersebut mengalami perlakuan sedemikian? Rupanya si bapak tersebut dituduh mengidap HIV, karena menderita TBC selama 6 bulan dan tidak sembuh-sembuh.

Saya mengelus dada. Kok masih ada perlakuan yang mendiskriminasi semacam ini? Lalu apa kabar kampanye yang sudah dilakukan sedemikian rupa. Apakah tidak sampai ke telinga mereka, orang-orang yang memutuskan untuk mengasingkan anggota keluarga, tetangga, dan warga desa mereka, kalau mendapati orang tersebut terinfeksi suatu penyakit? HIV atau apapun lah. Apalagi ini masih tuduhan. Si korban belum lagi mengikuti tes untuk mengecek status HIV-nya, apakah benar positif atau tidak.

Semoga kasus ini adalah kasus terakhir mengenai diskriminasi terhadap manusia. Adalah hak asasi setiap orang untuk berhubungan dengan bebas dengan orang lain. Apalagi dalam kasus HIV, setiap orang di dalam rumah itu, yang mengasingkannya tidak akan tertular HIV kecuali mereka melakukan kegiatan sebagai berikut:

  • Berhubungan seks tanpa pengaman
  • Melakukan transfusi darah
  • Penularan dari ibu ke janin atau bayi yang disusuinya

Jadi kalau cuma menghirup udara yang sama di dalam rumah, bertukar gelas, mandi di kamar mandi yang sama, tidur satu amben, nonton TV bersama, berpelukan dan saling ulur tangan membantu ini itu, sampai 20 tahun yang akan datang juga tidak akan tertular.

Percayalah, bahwa tindakan mendiskriminasi justru akan membuat penyebaran HIV semakin cepat dan tidak terkendali. Kenapa? Bayangkan si bapak dari Blitar yang saya lupa namanya itu. Di rumah dia diasingkan, apakah dia akan memiliki keberanian pergi ke rumah sakit untuk mencari tahu status HIV-nya? Lalu dia memilih mengasingkan diri juga, diam-diam pergi entah kemana. Semakin jauh dari jangkauan informasi tentang HIV dan sebagainya. Lalu dia menjadi potensial melakukan aktifitas yang beresiko menularkan dan ditulari. Begitu skenario terburuknya. Semakin banyak orang tidak tahu akan status HIV-nya, semakin besar juga angka yang tidak bisa kita kendalikan.

What I’m trying to say here adalah, hormati hak asasi manusia. Seorang dengan HIV di dalam tubuhnya juga manusia yang sama dengan kita. Membutuhkan teman, suami, istri, anak, orang tua, kakak, adik, sahabat, dan kehidupan yang sebagaimana kita hidupi. Kalau boleh memilih, tidak ada di dunia ini orang yang mau sakit. Sekarang, kalau di kepala kita terlintas pemikiran untuk menganggap orang lain lebih rendah dari kita, sehingga pantas kita hina, cela, kucilkan, pasung, asingkan, maka… kalau boleh memberi saran, berhentilah dulu sejenak, lalu bayangkan kita ada di posisi mereka.

Akan senangkah kita diasingkan?

← sexy underwear adalah sebuah investasi
fatwa haram rebonding →

Author:

Dian adalah penulis Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam dan 8 novel serta kumpulan cerita lainnya. Peraih grant Residensi Penulis Indonesia 2019 dan She Creates Change Green Camp 2020 ini lahir tahun 1976, belajar komunikasi di Universitas Diponegoro dan STIK Semarang, lalu lanjut belajar perlindungan anak di Kriminologi UI. Dia adalah anak ke-2 dari 4 bersaudara, ibu dari Vanya Annisa Shizuka dan beberapa anak lain. Saat ini Dian menghabiskan banyak waktunya menjadi penulis lepas dan konsultan untuk isu perlindungan anak dan kekerasan berbasis gender.

  1. Saya rasa masyarakat kita masih terpengaruh oleh stigma tentang banyak hal yang tidak mereka ketahui pasti.

    Jangan masyarakat luas, lha wong yang sekolah saja ada yang menjawab bahwa memang benar HIV bisa tertular melalui ciuman.

    Adakah pendidikan kita keliru, ataukah kita kurang memberi perhatian pada hal-hal semacam ini di masyarakat karena menganggapnya lumrah?

  2. Cahya, rasanya ini masalah klasik negara yang luar biasa luas, dan 20% lebih rakyatnya masih hidup di bawah garis kemiskinan. Itu artinya bahwa yang diurusin masih masalah memenuhi kebutuhan perut saja.
    Jadi masalah hak-hak di luar perut itu, menjadi nomer sekian, selama perut kenyang dan bisa tidur nyenyak nanti malam. Termasuk hak untuk mendapatkan informasi yang benar dan diperlakukan dengan benar juga.

  3. Wuah… kampanye-nya mesti lebih kenceng dan lebih ke kantong-kantong masyarakat yang belum paham ya kalo gitu.
    Thanks Andyan

  4. Mestinya diberi perhatian lebih…
    disini ada seperti itu orang dikampungnya gak mau nerima lagi padahal masih anak-anak.

  5. kampanyenya memang sudah santer, mbak. terbukti dari sudah adanya hari aids segala. tapi keknya kampanye “beredarnya” cuma di kalangan orang yang mengikuti informasi. di desa-desa yang kebanyakan masyarakatnya masih lebih senang menonton sinetron daripada acara-acara kesehatan, mana tau mereka mekanisme penularan hiv?

    keknya KKN ntar saya bikin program penyuluhan tentang hiv/aids aja nih. hehehe…

  6. @Morishige: mantap surantap. Ntar share ke aku ya, bentuk kampanye kamu pas KKN, biar bisa aku share ke teman2 lain, supaya jadi role model.

    @Asep: betul. Kesehatan negara ini adalah tanggung jawab kita semua. Nunggu pemerintah terlalu lama…

  7. Harusnya kita lebih toleran kepada orang yang menderita penyakit seperti itu. Bukankah mereka sudah sangat menderita dengan penyakit yang dideritanya?

    Salam.

  8. Jangankan yang dituduh HIV, penyakit lain yang gak sembuh2 aja kadang juga diasingkan oleh keluarga 🙁
    Mudah2an masyarakat lebih peduli terhadap sekitarnya deh dan menyelesaikan masalah dengan suatu solusi, bukannya menciptakan masalah baru 🙂

  9. sepertinya yang salah disini adalah kurangnya pengetahuan dan wawasan penduduk disana tentang HIV dan AIDS, pemerintah setempat seharusnya lebih sering memberikan penyuluhan dan menjelaskan bagaimana HIV dan AIDS itu..

  10. Miris juga dengernya mbak, keluarganya aja ngucilin kayak gitu, apalagi tetangga, temen2nya… 🙁

    soal HIV, emang sensitif banget bagi kebanyakan orang mbak. pada takut tertular 😀

  11. nah, itu dia Jim
    seharusnya kalau dia takut tertular, dia nyari info lbh banyak dong ya, bukan malah menjauhkan dari info yg bener, 😀

  12. @Mala: setuju mala. bersahabat bukan karena diwajibkan, tapi karena memang merasa perlu bersahabat

    @Ravi: betul sekali. menjengkelkan dan dangkal sekali kan rasanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

What to Read Next

Perpus Provinsi Kalimantan Selatan yang Inspiratif

Beberapa hari lalu saya mendapatkan kesempatan untuk mengisi acara diskusi literasi di Perpustakaan Provinsi Kalimantan Selatan. Sungguh sebuah kesempatan yang sangat berharga buat saya. Awal menerima undangan ini saya pikir kena prank. Masa’ iya sih ada Perpustakaan Provinsi bikin acara seperti ini, pikir saya. Tapi rupanya ibu Kepala Dinas ini...

Read More →

Berkah Dalem

Selamat merayakan Natal teman-teman, Berkah Dalem. Biasanya kalimat itu yang saya kirimkan ke sahabat dan teman-teman saya melalui WhatsApp untuk memberikan ucapan selamat Natal. Pagi tadi saya menyegarkan kembali ingatan tentang frasa Berkah Dalem, yang menurut beberapa referensi artinya Tuhan memberkati, yang menurut sejarah diambil dari kata Deo Gratia, berkah...

Read More →

44 Years of Practice

Lima tahun lalu saya dapat quote keren banget tentang usia 40, seperti ini: Gambar dari darlingquote.com Lalu tahun-tahun itu berlalu dan saya lupa apa yang jadi resolusi saya di ualng tahun saya ke-40 itu. Saya hanya ingat mengirimkan surat pada 40 orang yang pernah dan masih menggoreskan makna pada hidup...

Read More →

The Class of 94 and Beyond

Ilusi bahwa saya adalah Supergirl, Harley Quin, Black Widow, Queen of Wakanda patah sudah. Tanggal 25 Juni menerima hasil antigen positif. Tidak disarankan PCR sama dokter karena dia melihat riwayat orang rumah yang pada positif, “Save your money, stay at home, have fun, order as many foods as you like,...

Read More →

Domba New Zealand dan Pahlawan Perubahan Iklim

Pada suatu hari di bulan November 2016 bersama teman-teman dari tim Alzheimer Indonesia kami mendapat kesempatan untuk mengikuti konferensi di Wellington, New Zealand. Kok baru ditulis sekarang? Huft.. Seandainya kemalasan ada obatnya, saya antri beli dari sekarang. Ada banyak hal yang membuat orang mudah sekali jatuh hati pada Wellington, udaranya...

Read More →

Perjalanan ‘Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam’ Menemukan Jodohnya

Jodoh, rezeki dan maut ada di tangan Tuhan, katanya. Tapi kalau kita berharap Tuhan turun tangan untuk dua item pertama, nyesel sendiri lho ntar. Antriannya panjang, Sis. Ada tujuh milyar orang di muka bumi ini. Cover Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam Maka saya menjemput paksa jodoh tulisan saya pada...

Read More →

Defrag Pikiran dan Keinginan

Ada banyak peristiwa yang terjadi selama tahun 2020 ini, meskipun ada banyak juga yang kita harapkan seharusnya terjadi, tetapi belum kejadian. 2020 adalah tahun yang ajaib. Lulusan tahun ini sempat dibully sebagai lulusan pandemi. Yang keterima sekolah/kuliah di tempat yang diinginkan tidak segirang tahun sebelumnya, yang wisuda tahun ini apa...

Read More →

Didi Kempot, Sugeng Tindak Ma Lord

Hari ini status itu yang saya pasang di media sosial saya dengan foto Didi Kempot hitam putih dengan tulisan the Godfather of Broken Heart. Patahnya hati saya mungkin nggak sepatah teman-teman sadboys dan sadgirls lainnya. Saya tidak mengenal secara personal mas Didi, hanya pernah papasan di sebuah mal di Solo...

Read More →