Tanggal 8 Maret lalu kita memperingati hari perempuan sedunia. Ada apa dengan satu abad peringatan hari perempuan dalam hidup saya? Saya melakukan rutin saja, dan menulis renungan ini untuk mengingatkan diri saya sendiri dan teman-teman bahwa sesungguhnya kita masih terus menghadapi masalah-masalah yang belum ditemukan penyelesaiannya. Memang kondisi perempuan saat ini jika dibandingkan dengan 100 tahun yang lalu jelas berbeda. Banyak hal yang sudah dicapai dalam sejarah perjuangan perempuan. Tapi bahwa kita belum selesai mengatasi masalah kekerasan terhadap perempuan, hak asasi perempuan, terutama masalah kesehatan, dan khususnya HIV.
Sampai detik ini perempuan masih memiliki resiko besar terpapar HIV. Dan menurut WHO, angka kematian tertinggi untuk perempuan usia 15 – 44 tahun adalah karena HIV. Faktor biologis, kurangnya akses informasi & layanan kesehatan, masalah ekonomi, ketimpangan kuasa relasi antara laki-laki dan perempuan membuat perempuan semakin beresiko terpapar HIV.
Menurut PlusNews, ada 5 cara untuk mengurangi resiko terpapar HIV untuk perempuan.
- Pendidikan, menurut UNAIDS, perempuan yang buta huruf 4 kali lebih percaya bahwa tidak ada cara untuk mencegah penularan HIV, sementara data membuktikan bahwa perempuan di Afrika dan Amerika Latin yang mengenyam pendidikan lebih tinggi, memiliki kecenderungan untuk menunda hubungan seks pertama mereka, dan mempunyai kemampuan untuk memaksa pasangannya memakai kondom.
- Akses terhadap layanan kesehatan reproduksi, di banyak negara berkembang (Indonesia termasuk nih..) perempuan sangat terbatas untuk bisa mengakses layanan kesehatan reproduksi, dan sebagai perpaduan dari faktor biologis & sosial, perempuan menjadi rentan terkena penyakit menular seksual, yg pada akhirnya juga menyebabkan rentan terpapar HIV.
- Akhiri kekerasan gender, satu dari tiga perempuan pernah dipukul, mengalami kekerasan seksual atau kekerasan lain dalam hidupnya. Menurut PBB, satu dari lima perempuan beresiko menjadi korban pemerkosaan. Dan rata-rata pelakunya adalah orang yang dikenal.
- Pemberdayaan ekonomi, menurut buku Global Problems and the Culture of Capitalism yang ditulis oleh Richard Robbins, perempuan melakukan 2/3 pekerjaan di muka bumi ini, sementara mereka hanya menerima 10% dari seluruh income yang ada.
- Mengikutsertakan laki-laki, lebih sering laki-laki yang memegang kendali akan terjadinya hubungan seksual, mengajak laki-laki untuk lebih aktif dan secara konsisten untuk memakai kondom ketika berhubungan seksual, untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dan upaya pencegahan penularan HIV, akan mempercepat hasilnya, dibanding hanya mengajak perempuan saja. Karena faktanya nilai tawar dalam relasi seksual juga masih belum seimbang.
Tulisan ini saya dapatkan dari blog national press foundation tulisan Douglas Hopper.
Perempuan, HIV dan Global Warming. 3 Hal yang harus mendapat perhatian serius. Tapi gagasan kesetaraan gender sepertinya belum berjalan baik, sehingga HIV masih menjadi masalah besar. Kapan ya semua laki-laki dan perempuan – tentunya – punya pemikiran dan kesadaran sama tentang masalah ini? Hmm…
Makasi ya Mbak udah berkunjung ke Blog saya. Salam kenal 🙂
Dan semakin tahun angkanya semakin membesar :(. Kebanyakan orang, mungkin apatis, asal tidak kena ke diri dan keluarga, ndak masalah sama orang lain.
Kesadaran umum itu belum mewujud secara utuh rasanya.
Tamba & Cahya: betul sekali, mari kita mulai dari sekarang, kepedulian kita
HIV sebenarnya bukan hanya permasalahan dari “perEMPUan” saja, saat ni kesadaran bersama memeranginya lah yang sangat dibutuhkan agar kita semua bisa keluar dari cengkraman virus yang mematikan ini.
ohya terima kasih kwan dah mamoir di INSICO
Perlu usaha lebih keras agar usaha mengurangi resiko HIV, dan perlu penyadaran yang lebih agar bisa lebih mawas diri dan berhati2 🙂
dulu waktu mahasiswa saya pernah ikutan kegiatan di LSM yang temanya adalah HIV-AIDS dan lokasinya bener2 di daerah lokalisasi di Semarang mb. Sekitar semingguan gitu kita disana..awalnya sih risih dan gimana gt pas di lingkungan kayak gitu. tapi setelah mengenal lebih jauh mbak2 yang disana dan juga ada beberapa yang sudah positif AIDS, yang saya pikir mereka adalah korban dari kekerasan para om2 girang yang ndak mau disuruh pake pengaman.
Akibatnya kasihan sekali, perempuan itulah yang akhirnya kena imbasnya juga. Lebih parahnya adalah stigma sosial dari masyarakat yang mengutuk penderita AIDS, padahal penderita AIDS itu ga mesti orang yang “ga bener” dalam artian tertentu, bisa aja seorang istri yang tertular dari suami setelah dia “jajan” diluar, or anak yang tertular ibu, atau penderita AIDS yang ga sengaja terkena virus ini.
SEmoga masyarakat kita semakin terbuka dengan isu ini dan membuka tangan lebar2 untuk menerima kembali mereka yang sudah terkena HIV. Toh tidak akan menular juga..bukannya penyakit pilek dan flu yang langsung nular kalo deket2
Assalaamu’alaikum Wr.Wb mbak Dian…
Wanita sepatutnya dilindungi dari perkara yang menjatuhkan mereka ke lembah yang merosakkan. Namun yang berlaku sebaliknya. Pelbagai usaha dilakukan untuk menjaga kebajikan wanita malahan dalam Islam hak wanita sangat dimuliakan.
Tanpa pendidikan yang sempurna berhubung dengan ilmu dan pengetahuan tentang AIDS wanita tentu sekali mempunyai risiko tinggi untuk memperolehinya.
Terima kasih mbak untuk informasi yang mencerahkan. Salam manis dan rindu selalu buat mbak Dian dari saya di Sarikei, Sarawak. 😀
point ke tiga ngeri banget tuh mbak, perempuan selalu menjadi korban kekerasan dan pemerkosaan.
jadi ingat seperti sebuah lagu: wanita dijajah pria sejak dulu, dijadikan perhiasan sangkar madu 🙁