Perempuan Tidak Sama dengan Ibu

Selamat Hari Perempuan Sedunia!

Hari ini berbeda dari hari-hari lain ketika saya menggunakan google untuk mencari informasi. Biasanya saya selalu senyum senang melihat doodle yang lucu-lucu dan super kreatif. Tapi kali ini, doodle yang muncul agak membuat saya berpikir keras. Doodle hari ini adalah 8 ilustrasi yang menggambarkan perempuan dan berbagai profesi serta aktivitas perempuan yang sayangnya semua selalu disertai dengan ilustrasi anak. Ini membuat saya mengernyitkan kening, bahkan google yang sudah menjadi kamus lebih dari 1/2 manusia di muka bumi ini mungkin, masih menggunakan stereotip perempuan sebagai ibu untuk menunjukkan kepeduliannya pada hari perempuan. Duh!

Rasanya memang ada pekerjaan besar yang harus diselesaikan di dalam kepala setiap manusia di dunia ini. Hari ini adalah hari perempuan, bukan hari ibu. Saya agak curiga kalau di kepala sebagian besar manusia di bumi ini, setidaknya tercermin dari doodle dan ucapan-ucapan yang masuk ke WA grup menyamakan perempuan dan ibu. Perempuan adalah perempuan. Ibu adalah perempuan yang melahirkan, merawat, atau membesarkan (tanpa harus melahirkan) anak. Jadi kalau saya tidak melahirkan anak tetapi merawat atau membesarkan seorang anak, maka saya bisa dianggap sebagai ibu/orangtuanya. Dan perempuan tidak wajib menikah, kemudian melahirkan anak. Perempuan boleh memilih menggunakan rahimnya atau tidak.

courtesy: @tapsiyun

Menyamakan perempuan dengan ibu ini adalah bentuk paling nyata dari patriarki. Dan selama patriarki masih digunakan, maka kekerasan terhadap perempuan serta berbagai bentuk penindasan lain akan tetap dilanggengkan. Di dalam patriarki, makna perempuan disempitkan menjadi ibu semata. Fungsinya tidak jauh-jauh dari melahirkan dan membesarkan anak (plus merawat & berbakti pada suami). Lalu sebagai imbalannya kemudian diberilah julukan-julukan: mulia, menentukan nasib bangsa, tetapi sambil diam-diam dibungkam dan dibatasi gerakannya.

Kemudian ketika ada perempuan yang karena sesuatu hal tidak bisa atau karena kesadaran memilih tidak melahirkan maka dia akan berkurang maknanya di muka bumi. Karena pandangan bahwa perempuan haruslah menjadi ibu. Atau, jika ada perempuan yang melahirkan anak kemudian tidak bisa membesarkannya karena berbagai alasan, maka dia juga jadi berkurang maknanya sebagai perempuan. Sekali lagi, karena perempuan haruslah menjadi ibu yang baik. Lalu bagaimana dengan perempuan yang terpaksa dipenjara karena sistem, terpaksa menjadi pekerja migran dan tinggal berjauhan dari anak, atau perempuan yang memang tidak memiliki kemampuan untuk merawat anak. Saya jadi berpikir, jangan-jangan saya yang keliru selama ini.

Maka hari ini saya jadi membuka-buka kembali sejarah Hari Perempuan Sedunia, dan bermaksud membagikannya pada yang memerlukan. Begini kurang lebih sejarahnya:

  • 1908 – Pekerja garmen perempuan di New York melakukan protes atas kondisi kerja mereka, termasuk gaji yang di bawah rata-rata,
  • 1909 – Partai Sosialis di Amerika menetapkan tanggal 28 Februari sebagai peringatan Hari Perempuan Nasional untuk menghormati apa yang dilakukan buruh perempuan tahun sebelumnya,
  • 1910 – Pada sebuah rapat di Kopenhagen, ditetapkan Hari Perempuan Sedunia untuk menghormati gerakan perempuan untuk memperjuangkan hak-haknya. Proposal ini disetujui oleh lebih dari 100 perempuan dari 17 negara,
  • 1911 – Sebagai hasil dari inisiatif Kopenhagen, Hari Perempuan Sedunia kemudian ditandai untuk pertama kalinya di Austria, Denmark, Jerman dan Swiss, dimana lebih dari 1 juta perempuan dan laki-laki mengikuti rally untuk merayakannya. Yang menjadi tuntutan adalah hak untuk memilih dalam pemilu, bekerja di kantor seperti halnya laki-laki, serta hak untuk menghentikan diskriminasi di dunia kerja,
  • 1913-1914 – Hari Perempuan Sedunia juga menjadi mekanisme protes atas Perang Dunia I. Perempuan di Eropa melakukan rally untuk memprotes perang,
  • 1917 – Masih dengan latar belakang perang, perempuan menuntut hak atas perdamaian dan makanan yang pada kalender Gregorian jatuh pada tanggal 8 Maret. Empat hari kemudian Czar memenuhi tuntutan perempuan untuk dilibatkan dalam pemilu,
  • 1975 – PBB memperingati Hari Perempuan Sedunia pada tanggal 8 Maret.

Jadi, setelah membaca sekilas sejarah HPS di atas semoga jelas bahwa hari ini, 8 Maret satu abad dan beberapa dekade yang lalu, yang dituntut oleh perempuan adalah kesetaraan hak antara laki-laki dan perempuan di ruang publik. Pekerjaan, perdamaian, makanan, politik. Jadi jangan malah mundur menjadikan hari ini peringatan hari perempuan yang adalah seorang ibu saja. Nothing’s against ibu, tapi kekhawatiran saya adalah kalau hanya dimaknai sebagai ibu maka hak-hak perempuan di ruang publik akan kembali diabaikan.

Dalam kaitannya sebagai orangtua, maka tuntutan perempuan juga sama. Bahwa laki-laki juga memiliki kewajiban yang sama untuk membesarkan dan merawat anak. Adalah tanggung jawab laki-laki dan perempuan untuk merawat anak. Hanya karena perempuan yang memiliki rahim dan memproduksi air susu, bukan berarti tanggung jawab pemeliharaan anak sepenuhnya menjadi tanggung jawab perempuan.

Semoga mencerahkan.

← The Last Page
Logan, Perlindungan Anak dan Alzheimer →

Author:

Dian adalah penulis Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam dan 8 novel serta kumpulan cerita lainnya. Peraih grant Residensi Penulis Indonesia 2019 dan She Creates Change Green Camp 2020 ini lahir tahun 1976, belajar komunikasi di Universitas Diponegoro dan STIK Semarang, lalu lanjut belajar perlindungan anak di Kriminologi UI. Dia adalah anak ke-2 dari 4 bersaudara, ibu dari Vanya Annisa Shizuka dan beberapa anak lain. Saat ini Dian menghabiskan banyak waktunya menjadi penulis lepas dan konsultan untuk isu perlindungan anak dan kekerasan berbasis gender.

  1. i think you got it wrong about Google doodles.
    gambar2nya emang para wanita2 super dan ada gambar anak. bukan berarti itu anak mereka. menurut gua maksudnya wanita2 itu jadi inspirasi buat anak2 (once again bukan anak mereka).

    contoh… frida kahlo (salah satu dari google doodles) yang mana dia infertil dan gak punya anak. gambar frida dengan anak di doodles itu kalo gua bilang ya menunjukkan gimana dia menginspirasi anak2…

  2. HI Arman,
    I might be wrong. But the 1st intention that I got from doodle is that the patriarchy is still there. Everytime people talk about women, they’re always linked it with women role as a mother.
    Karena itu nggak kejadian sama ketika orang atau media membicarakan peran laki-laki. Yang dibicarakan lebih banyak peran mereka di publik.
    Again, I might be wrong.
    But thank you for the input 😉

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

What to Read Next

Perpus Provinsi Kalimantan Selatan yang Inspiratif

Beberapa hari lalu saya mendapatkan kesempatan untuk mengisi acara diskusi literasi di Perpustakaan Provinsi Kalimantan Selatan. Sungguh sebuah kesempatan yang sangat berharga buat saya. Awal menerima undangan ini saya pikir kena prank. Masa’ iya sih ada Perpustakaan Provinsi bikin acara seperti ini, pikir saya. Tapi rupanya ibu Kepala Dinas ini...

Read More →

Berkah Dalem

Selamat merayakan Natal teman-teman, Berkah Dalem. Biasanya kalimat itu yang saya kirimkan ke sahabat dan teman-teman saya melalui WhatsApp untuk memberikan ucapan selamat Natal. Pagi tadi saya menyegarkan kembali ingatan tentang frasa Berkah Dalem, yang menurut beberapa referensi artinya Tuhan memberkati, yang menurut sejarah diambil dari kata Deo Gratia, berkah...

Read More →

44 Years of Practice

Lima tahun lalu saya dapat quote keren banget tentang usia 40, seperti ini: Gambar dari darlingquote.com Lalu tahun-tahun itu berlalu dan saya lupa apa yang jadi resolusi saya di ualng tahun saya ke-40 itu. Saya hanya ingat mengirimkan surat pada 40 orang yang pernah dan masih menggoreskan makna pada hidup...

Read More →

The Class of 94 and Beyond

Ilusi bahwa saya adalah Supergirl, Harley Quin, Black Widow, Queen of Wakanda patah sudah. Tanggal 25 Juni menerima hasil antigen positif. Tidak disarankan PCR sama dokter karena dia melihat riwayat orang rumah yang pada positif, “Save your money, stay at home, have fun, order as many foods as you like,...

Read More →

Domba New Zealand dan Pahlawan Perubahan Iklim

Pada suatu hari di bulan November 2016 bersama teman-teman dari tim Alzheimer Indonesia kami mendapat kesempatan untuk mengikuti konferensi di Wellington, New Zealand. Kok baru ditulis sekarang? Huft.. Seandainya kemalasan ada obatnya, saya antri beli dari sekarang. Ada banyak hal yang membuat orang mudah sekali jatuh hati pada Wellington, udaranya...

Read More →

Perjalanan ‘Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam’ Menemukan Jodohnya

Jodoh, rezeki dan maut ada di tangan Tuhan, katanya. Tapi kalau kita berharap Tuhan turun tangan untuk dua item pertama, nyesel sendiri lho ntar. Antriannya panjang, Sis. Ada tujuh milyar orang di muka bumi ini. Cover Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam Maka saya menjemput paksa jodoh tulisan saya pada...

Read More →

Defrag Pikiran dan Keinginan

Ada banyak peristiwa yang terjadi selama tahun 2020 ini, meskipun ada banyak juga yang kita harapkan seharusnya terjadi, tetapi belum kejadian. 2020 adalah tahun yang ajaib. Lulusan tahun ini sempat dibully sebagai lulusan pandemi. Yang keterima sekolah/kuliah di tempat yang diinginkan tidak segirang tahun sebelumnya, yang wisuda tahun ini apa...

Read More →

Didi Kempot, Sugeng Tindak Ma Lord

Hari ini status itu yang saya pasang di media sosial saya dengan foto Didi Kempot hitam putih dengan tulisan the Godfather of Broken Heart. Patahnya hati saya mungkin nggak sepatah teman-teman sadboys dan sadgirls lainnya. Saya tidak mengenal secara personal mas Didi, hanya pernah papasan di sebuah mal di Solo...

Read More →