Anda yang punya kartu kredit mungkin sering mengalami apa yang saya alami seminggu ini.
Saya: Halo!
Dia: Selamat siang dengan ibu Dian, saya dari xxx bank ingin mengkonfirmasi sebentar mengenai kartu kredit ibu
Saya: Aduh mas, saya sedang nunggu telepon dari Gojek nanti aja lagi teleponnya ya.
Sehari kemudian, karena saya memang sedang menunggu telepon dari nomor sebuah kantor, maka asal nomor depannya 021 pasti saya angkat.
Saya: Halo!
Dia: Selamat siang ibu Dian, dengan Sindy dari yyy bank, mau menginformasikan fasilitas untuk ibu nih Bu,
Saya: Ok, saya sudah bisa menebak fasilitas untuk saya dan saya memilih melewatkannya mbak.
Dia: Sayang lho Bu, mumpung bunganya sedang rendah.
Saya: Saya lebih sayang sama uang saya yang belum seberapa ini mbak.
Dia: kenapa Bu, atau mungkin kurang banyak ya Bu, saya bisa naikkan batas pinjamannya lho Bu.
dan seterusnya, bisa panjang yang ini biasanya kalau udah dikasih angin dari awal.
Dulu sekali, kami di FeMale Radio Semarang pernah membahas bagaimana menolak dengan sopan para phone sales ini. Dari mulai meminta ditelepon lagi, bilang sedang rapat, atau ngotot bilang enggak. Kenapa kita harus menggunakan kata sopan, karena waktu itu yang kita bahas adalah, bagaimana seandainya orang di seberang kabel itu adalah anak kita, adik kita, ponakan kita, atau bahkan kita sendiri? Bagaimana kita ingin diperlakukan?
Tapi kadang ada yang nyolotnya tingkat setan, “Baik, nanti saya telepon lagi ya Bu, tapi pasti ibu nggak akan angkat. Selamat siang!”
Saya ditinggalkannya dengan huruf O di mulut.
Ada lagi yang membuat saya melewati batas sopan dan sabar,
“Baik, jadi ibu setuju dengan pinjaman sebesar xxx ya?”
“Lah, kapan saya setujunya mbak?”
“Lho, tadi kan Ibu meminta saya telepon lagi. Buat apa saya telepon kalau ibu nggak mau pinjam uang?”
“Mbak, pembicaraan ini direkam kan?”
“Iya Ibu, siang tadi Ibu meminta saya menghubungi kembali pukul lima sore. Sekarang saya hubungi untuk mengkonfirmasi pinjaman Ibu.”
“Kalau memang ada rekamannya, Mbak coba perdengarkan rekaman di mana saya memberi persetujuan akan meminjam deh. Kalau memang ada, saya akan pinjam.”
“Ibu jadi bagaimana ini, jadi berapa yang disetujui akan dipinjam?”
Dan perbincangan ini juga berlangsung cukup lama dan alot. Saya sudah bersepakat pada diri saya sendiri untuk tidak menutup telepon orang tanpa persetujuan dari yang bersangkutan. Jadi saya ladeni, mari panjang-panjangan kalimat. Toh pembicaraan ini direkam kan?
Setiap kali telepon saya berbunyi di siang hari selain hari Minggu, kalau dari nomor tidak dikenal kita jadi curiga. Ini sebenernya kan nggak nyaman banget ya? Nomor telepon kita kan mestinya sesuatu yang private. Bayangkan kalau privacy kita diobrak-abrik. Ini analoginya seperti kita mau membuka pintu rumah sendiri ketika ada tamu, tapi kita takut. Nggak enak banget kan?
Anda, punya tips untuk membuat privacy berupa sederet angka itu nggak diobrak-abrik orang lain?
cara paling jitu? kalo nomor telp gak dikenal, jangan pernah diangkat! 😀
kalo emang penting, mereka bakal tingallin voice message atau sms.