Hari ini saya kedatangan tamu istimewa. Seorang sahabat, aktivis di organisasi di mana saya jadi relawan. Tujuan kunjungannya sederhana sebetulnya, mengambil flash disk yang terbawa oleh saya, dan numpang dandan. Ok deh..
Tetapi sembari dandan nggak berhenti lah mulut dua mamak-mamak ini berbicara. Dari mulai masalah anak, masak memasak, kesehatan, merk alat make up, dunia percintaan jaman muda sampai sekarang, dan berujung pada urusan tulang rusuk dan tulang punggung.
Anda pasti juga mendengar dan mungkin mempercayai kisah bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk laki-laki yang menjadi jodohnya kan? Kisah penciptaan Hawa untuk menemani Adam di surga dulu kala itu. Baru saja saya mengecek beberapa website yang menulis tentang tulang rusuk ini, dan rupanya ada alasan mengapa hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam yang paling bengkok, karena agar menenangkan Adam yang waktu itu sendirian di surga.
Tamu istimewa saya siang ini memiliki cerita yang mungkin mewakili banyak cerita perempuan lain di muka bumi ini. Termasuk saya. Kami ini para perempuan terlena dengan dongeng bahwa kami akan disayang-sayang, dinafkahi, jadi tinggal jadi ratu yang mengurus istana surgawi, ketika dengan seorang pangeran berkuda. Sayangnya dongeng itu tidak terjadi pada hidup kami berdua. Kami (saya pada waktu masih punya suami dulu) adalah para istri yang mencari nafkah sendirian, sementara di rumah juga menjadi Upik Abu yang memastikan sarapan tepat waktu, makan malam dalam keadaan hangat, anak-anak pintar dan sehat, suami bajunya bersih dan boleh minta dikelonin kapan saja. Ouch! Is this the happy ending that we expected for when we said ‘I do?’
Maka berkelakarlah tamu istimewa saya yang sangat comedic ini, “Gue rasa Tuhan keliru waktu nyiptain kita. Kita bukannya diciptakan dari tulang rusuk tapi dari tulang punggung.”
Hahaha…
Bener juga yak. Tulang punggung adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan seseorang yang menjadi tumpuan perekonomian di dalam keluarga. Dalam kasus yang kami bahas ini adalah satu-satunya ya. Karena ada juga yang di dalam rumah istri dan suami sama-sama bekerja, hanya saja kebetulan penghasilan istri lebih besar. Bukan ini yang kita bahas. Nah, tulang punggung ini beda sama kepala keluarga. Di Indonesia kan kepala keluarga umumnya laki-laki, bisa suami atau ayah, yang paling tua dan dianggap berkompeten mengambil keputusan di rumah tersebut.
Saya tidak tahu apakah kepala keluarga dan tulang punggung keluarga harus orang yang sama. Rasanya memang tidak ada aturan bakunya. Tapi nggak adil juga ya rasanya kalau si tulang punggung ini kemudian jadi berjuang sendirian memenuhi kebutuhan keluarga tetapi untuk pengambilan keputusan tetap diserahkan pada laki-laki.
Saya jadi berpikir bahwa mungkin kita memang perlu mempersiapkan dongeng baru untuk anak-anak perempuan kita. Wahai anakku, pandai-pandailah kalian salto, karena dongeng lama sudah perlu kita perbaharui. Ada revisi besar yang menggantikan tulang rusuk ke tulang punggung. Jadi kalau hidup tidak berjalan seperti yang kau impikan di masa kecilmu, kau sudah pernah kami ingatkan tentang kemungkinan ini ya, Nak. Atau kalau mau lebih aman, jangan percaya bahwa kita tercipta dari tulang siapapun. Kita adalah mahluk yang sama-sama diciptakan dari tanah. Bukan bagian dari orang lain!
Merdeka!