Seri Lucky Bastard ini adalah cerita tentang anak manusia yang super beruntung. Nggak cantik-cantik banget, nggak pinter-pinter banget, nggak gigih-gigih amat, kadang baper, kadang semau udelnya. Tapi seluruh dunia suka gitu aja ngasih dia kado yang dia pengenin. Nggak semuanya juga sih. Karena kalau semua yang dia minta dikasih, sekarang dia sudah jadi ibu negara di negeri ini, menghentikan perang, membuat semua anak bersekolah dan bahagia, menemukan antivirus untuk membunuh penyakit-penyakit yang mematikan, membuat aturan super keras untuk pembatasan kelahiran, membuat para lansia hidup berbahagia tanpa perlu mikirin anak dan cucu, dan dia mungkin sudah dua atau tiga kali ke luar angkasa. Jadi dia nggak seberuntung itu, semua mimpinya jadi nyata. Tapi dia super PD dan bilang kalau dia sangat beruntung. Udah biarin aja lah ya..
Edisi pertama ini akan dimulainya dari ketika dia pertama kali menjejakkan kaki di luar kampung halamannya.
Bali
Umurnya sudah 30 tahun waktu dia sadar kalau di dalam koloninya, dia adalah satu-satunya yang belum pernah ke Bali. Man… Bali! Bahkan orang dari benua-benua lain yang ribuan kilo jaraknya dari Bali udah pada ke sana. Dan dia belum. Beberapa temannya bahkan ke Bali untuk piknik SD atau piknik kantor orangtuanya. Dan dia memandang Bali seperti dunia yang tidak terengkuh. Maka si Lucky Bastard yang belum menyadari kutukan keberuntungannya ini pun menganggap langit sudah runtuh di atas kepalanya. Tapi jauh di lubuh hatinya dia berdoa bahwa suatu saat dia akan sampai di Bali dan berdiri di pantai Kuta lalu berteriak, “Saya akan berkeliling dunia.”
Lalu tibalah pesan dari Yahoo Messenger itu. Yang nggak tahu yahoo messenger itu apa, tanya yahoo, jangan google!
“Dek, aku mau piknik kantor. Mau ikut nggak?” Sepupunya yang dia pikir sangat bully karena melarangnya bernyanyi waktu masih SMA, begitu saja menawari.
Tetapi si Lucky ini nggak berani mengiyakan karena dia tahu tiket ke Bali mahal. Belum sempat disahutinya, sang sepupu sudah menambahkan,
“Tiket sama hotel tak bayari, tapi kamarnya sharing sama si Anu ya. Anggap aja ini hadiah ulang tahunmu yang ke-32.”
Dia tidak menunggu dua kali karena takut sepupunya yang lebih muda tapi sudah jadi pengusaha kaya bersama sang istri itu berubah pikiran.
Maka itulah perjalanan pertamanya keliling dunia 10 tahun yang lalu. Jangan diketawain ya, kalau si Lucky ini menyebut Bali sebagai perjalanan keliling dunia. Karena saat itu cita-citanya sesederhana memperluas makna dunia, menjadi selain di Lampung, Salatiga, Semarang dan Yogyakarta.
Maka bulan Juli tahun 2008, begitu menginjakkan kaki di pulau dewata, dia kembali berani bermimpi berkeliling dunia. Sebelumnya mimpinya padam karena dia merasa nggak punya uang, kalau mesti ngumpulin dari gaji nggak bakal kesampaian dan berbagai alasan khas si kurang percaya diri ini.
Lalu dia ingat, pada suatu hari salah seorang love-hate-nya bilang, kalau jarak antara mimpi sama kenyataan itu cuma lima tahun. Maka dia mulai menghitung waktu. Di pantai 66 Bali ketika itu, ditulisnya beberapa negara yang dia ingin kunjungi. Asal aja dia nulis. Tapi si Lucky ini bukan cuma nulis, dia juga ngomong. Setiap ketemu orang baru dia selalu menceritakan mimpinya. Mungkin di situlah kuncinya.
Dia kemudian mendapatkan informasi tentang konferensi HIV di Bali, juga Festival Penulis dan Pembaca di sana. Lalu satu persatu perjalanan ke Bali didapatkannya secara cuma-cuma. Ke Ubud Festival dia dapat dari teman baiknya, tiket PP. Nginep ditumpangin sama volunteer yang sahabatnya, jalan-jalan selama di Bali dia dapat dari sahabat juga, makan dia bisa aja hidup dari entah apapun.
Bali cuma-cuma berikutnya adalah tahun 2009. Dia dapat beasiswa ICAAP untuk menjadi wartawan Konferensi HIV di Bali. Perjalanan, hotel, uang saku, semua dia dapat. Dapat banyak berita, bisa mengumpulkan liputan dan tulisan, dapat link pertemanan, diwawancarai sama wartawan Jurnal Perempuan dan dapat informasi penting kalau tahun depannya konferensi serupa yang tingkatan internasional akan digelar di Vienna. Maka di hari terakhir, di pantai Serangan, dituliskannya VIENNA besar-besar di pasir dan dia mengirimkan permintaan itu pada semesta. Apakah dia mendapatkannya? Jawabannya: IYA. Karena dia adalah Lucky Bastard.
Cerita lengkap tentang Vienna dia akan tuliskan di episode berikutnya.
Tulisan ini dia buat karena dia sedang krisis identitas. Tanggal 20 dan 21 April kemarin namanya tidak tertulis dalam daftar orang beruntung yang mendapatkan beasiswa residensi dan beasiswa cipta media kreasi. Hatinya tidak hancur. Karena dia merasa masih banyak hal yang harus dikerjakannya sebelum mendapatkan dua hal itu. Residensi baru dimimpikannya tahun 2016. Cipta Media baru dia tahu beberapa bulan lalu. Jadi kalau kembali ke rumus jarak antara mimpi dan perwujudannya adalah lima tahun, maka dia masih punya waktu.
Foto-foto ICAAP di Bali bisa dicek di sini
Minorrrrr kerennn! Bali adalah koentji, hahaha.
Mimpi kalo terus dan terus konsisten dirapalkan bisa jadi semacam mantranya Harpot yo min, haha.
Mainkan terus min!
Besok lagi aku mantranya mau Russia Russia Russia… Nepal Nepal Nepal… gitu lah min!
Cus yok!