Setiap perjalanan selalu meninggalkan bekas yang berbeda. Begitu juga dengan perjalanan saya ke Malaysia beberapa waktu yang lalu. Perjalanan ini sama sekali bukan perjalanan wisata. Kami empat orang di dalam satu tim yang sedang mengemban misi untuk pengambilan gambar untuk video training calon Buruh Migran Indonesia (BMI) dengan tujuan Malaysia. Kami semua berada di bawah bendera OnTrackMedia Indonesia.
Ini adalah projek kedua kami, setelah tahun sebelumnya kami membuat video serupa untuk calon BMI dengan tujuan ke Negara-negara Timur Tengah. Kembali dipercaya oleh Open Society Foundation, kami membuat video pelatihan yang kedua. Tulisan ini sangat jauh terlambat karena tanpa sadar saya menyimpannya di draft blog tanpa pernah mengklik tombol posting.
Nah, ini dia sekelumit kisah perjalanan 12 hari kami di Malaysia.
Tak kenal maka tak sayang
Saya dan Mira sahabat saya mengawali perjalanan dengan doa semoga semua dilancarkan. Kami adalah dua orang yang belum pernah mengunjungi Malaysia tapi sudah memutuskan untuk tidak menyukai negeri tersebut. Alasannya: a) karena perlakuan semena-mena mereka terhadap BMI, b) karena mereka menyebut Indonesia Indon, c) karena mereka merebut pulau kami, d) karena mereka mengklaim produk-produk budaya kami sebagai milik mereka, e) mungkin kami iri dengan kemajuan negeri ini.
Maka sesampainya di sana, instead of mencoba menikmati perjalanan di sela-sela pekerjaan, kami berusaha untuk mencari kekurangan – yang sayangnya – tidak selalu kami temukan. Kami malah menemukan hal-hal indah yang kami rindukan kehadirannya di Jakarta. Name it: monorail, RTL, sedikitnya kemacetan dan jalan tol yang lengang. Dalam setiap perjalanan ke luar kota kami semakin yakin bahwa fasilitas transportasi yang mereka miliki, baik dalam kota maupun tol antar kotanya, keren. Not to mention tunnel 4 km panjangnya yang juga bisa berfungsi sebagai sungai ketika hujan datang. Oh… kapan Jakartaku punya yang seperti itu?
Maka kami memutuskan, sebenarnya bukan Malaysia yang kami benci, kami berdua hanya iri dan sekarang yang kami sesali adalah: kenapa negara kita tidak punya yang seperti ini? Kemana larinya uang-uang yang direncanakan untuk membangun infrastruktur itu?
Semalang di Malaysia
Kenapa pula saya mengganti kata Malam untuk lagu Semalam di Malaysia menjadi malang? Karena kami di sana dalam rangka tugas membuat video dokumenter untuk calon PMI dengan tujuan Malaysia, maka kami tentu saja bertemu dengan banyak orang yang memberi kami pencerahan tentang seperti apa bekerja di Malaysia, apa permasalahan yang dihadapi, bagaimana solusinya, dan sebagainya.
Setiap bertemu narasumber baru, kami semakin pusing dibuatnya. Karena semakin kami sadar bahwa masalahnya sangat kompleks. Ibarat benang kusut, ini kusutnya udah ampun-ampunan, susah buat dibenerin lagi, susah diurai lagi.
Beberapa masalah yang kami pikir menjadi kunci adalah:
- Masalah kemiskinan. Tapi ini bukan satu-satunya jawaban. Banyak orang yang hidup di bawah garis kemiskinan atau hamper miskin, tidak memutuskan untuk pergi ke luar negeri.
- Well banyak ketemu bahwa sebagian orang pergi ke luar negeri karena membayar hutang dari pesta-pesta adat yang dihelat mamak-bapaknya.
- Ini juga kami temukan. Banyak BMI datang ke luar negeri karena gengsi. Bukan pulang dengan membawa nasib lebih baik, tetapi ‘yang penting udah pernah kerja di luar negeri’ menjadi tujuan utamanya.
- Perdagangan manusia. Ini yang kami temui sering terjadi. Karena pengetahuan yang minim tentang untung-rugi bekerja di luar negeri, maka banyak orang berpikir bahwa ini solusi. Dan orang-orang yang berakal licik mengambil keuntungan darinya. Diiming-imingi gaji besar, diberi uang pangkal, dijanjikan majikan baik, pekerjaan ringan, dan kemudahan berangkat. Tak jarang kerabat sendiri yang menjadi pelakunya.
Maka setelah sampai di negara tujuan dan tidak menemukan apa yang dicari, banyak yang frustasi, lari dari majikan, mencoba mencari solusi instan. Ada yang bekerja di bawah tangan, ada yang membuka bisnis gelap sendiri, ada yang mencoba kembali ke tanah air. Yang lebih miris lagi, banyak yang pulang membawa tangan hampa. Terbayang anak dan keluarga di rumah yang sudah menanti emas, hanya mendapat cerita malang.
Dan kami OnTrackMedia bersama dengan partner mencoba untuk membantu memutus cerita malang tersebut. Silahkan berangkat bekerja kemanapun disuka. Tetapi sebelum pergi, kenali betul semua resiko yang ada. Bahasa yang meskipun kita pikir serumpun, ternyata tidak sepenuhnya sama. Belum lagi kalau tinggal di rumah majikan yang Tionghoa atau India. Peralatan rumah tangga yang dijanjikan mudah digunakan rupanya membingungkan karena terlalu canggih. Gaji yang tampak megah ketika ditawarkan, akan dipotong biaya keberangkatan sampai berbulan-bulan.
Informasi yang kami suguhkan dari hasil perjalanan itu bukan untuk menakut-nakuti, tetapi untuk membuat calon BMI lebih bersiap diri, sehingga semalang di Malaysia tidak perlu kita nyanyikan.
Video hasil perjalanan kami di Malaysia dapat di saksikan di sini.